Page 28 - SKADATA MAGZ
P. 28
IMPIAN
ANAK DESA Azzahra Wardono
U jian akhir semakin dekat, semua teman- pun mengatakan “ aku tidak ingin lagi kuliah ayah,
bagaimana aku tega melihat ayah dan ibu banting
teman mulai bingung memilih
universitas. Beda denganku, yang hanya tulang hanya untuk kuliahku, sudah waktunya aku
bisa berharap dan berangan untuk melanjutkan membantu ayah bekerja” ucapku. Ayah dan ibu pun
study ke jenjang yang lebih tinggi. Apa daya, ibu terdiam pucat pasih.
dan ayahku hanyalah seorang petani bawang yang “Tidak bisa begitu nak, kamu ndak boleh putus asa,
berpenghasilan pas-pasan, bisa lulus SMK saja justru kalau kamu bisa lulus kuliah nantinya akan
sudah sangat beruntung. Tapi, aku pun sama seperti membantu kami, ibu dengar lulusan sarjana
teman-temanku yang lain, yang memiliki impian gampang mencari kerja, ibu juga dengar kalau
ingin melanjutkan kuliah. Hingga akhirnya sekarang banyak kuliah yang memberikan
kuberanikan diri menyampaikan keinginanku ke beasiswa, seperti anak pak RT, lagian kamu kan
ayah dan ibu. Tak kusangka, jawaban ayah dan ibu pintar, coba masuk kuliah jalur prestasi” jawab ibu
sangat mengejutkanku. Betapa bahagianya hati ini, meyakinkanku.
akhirnya mereka menyetujui keinginanku. Ibuku benar, aku tak boleh putus asa. Aku pun mulai
“Kami tak ingin kamu bernasib sama seperti kami mencari informasi universitas yang ada jalur prestasi
nak, kamu harus sukses, lanjutkan pendidikanmu, beasiswa.
jangan pikirkan biayanya, belajarlah yang Dua minggu kemudian akhirnya aku pun memperoleh
sungguh-sungguh, ayah dan ibu akan berusaha informasi yang aku butuhkan. Hingga akhirnya yang
sekuatnya untuk membiayai kuliahmu”. Jawab dinan -nan pun telah ba, hasil kelulusan di depan
ayah yang membuatku sangat bahagia. mata dan Alhamdulillah aku lulus dengan nilai yang
Secercah harapan menghampiriku, seolah-olah ter nggi. Sesampainya di rumah aku pun
mengajakku berlari membuka pintu impian memberitahukan hasil kelulusanku kepada orang
indahku. Namun kembali terlintas dibenakku, aku tuanku, mereka sangat bahagia dan bangga hingga
merasa egois, sekarang saja penghasilan ayah mereka pun meneteskan air mata melihat putra semata
hanya cukup untuk kami makan. Bagaimana nanti wayangnya mendapat nilai ter nggi.
kalau aku kuliah?? Ucapku dalam hati. Sontak aku
LITERASI CERPEN