Page 6 - jhana dan umat awam
P. 6
keterasingan. Dengan lenyapnya awal pikiran dan
kelangsungan pikiran, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke
dua, yang memiliki keyakinan internal dan keterpusatan
pikiran, tanpa awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dan
memiliki kegembiraan dan kebahagiaan yang muncul dari
konsentrasi. Dengan meluruhnya kegembiraan, ia berdiam
dengan seimbang dan, penuh perhatian dan pemahaman
jernih, ia mengalami kabahagiaan pada jasmani; ia masuk dan
berdiam dalam jhāna ke tiga yang dikatakan oleh para mulia:
“Ia seimbang, penuh perhatian, seorang yang berdiam dalam
kebahagiaan.” Dengan meninggalkan kenikmatan dan
kesakitan, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang
bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan dan termasuk
pemurnian perhatian melalui keseimbangan. [1]
Dalam Buddhis Theravada beberapa decade terakhir ini suatu
perdebatan telah berkali-kali muncul seputar pertanyaan
apakah jhāna diperlukan atau tidak diperlukan untuk
mencapai “jalan dan buah,” yaitu, empat tahap pencerahan.
Perdebatan ini dipicu oleh muculnya berbagai sistem meditasi
pandangan terang yang terkenal baik di Asia maupun di Barat,
khusunya di kalangan umat awam Buddhis. Mereka yang
mengajarkan sistem meditasi demikian menegaskan bahwa
jalan dan buah dapat dicapai dengan mengembangkan
pandangan terang (vipassanā) tanpa landasan jhāna. Metode
ini disebut kendaraan pandangan terang murni (suddha-
vipassanā), dan mereka yang mempraktikkan cara ini disebut
sebagai “praktisi pandangan terang kering [dry-
insighter]” (sukkha-vipassaka) karena praktik pandangan
terang mereka tidak “dibasahi” sebelumnya oleh pencapaian
2