Page 38 - E-Modul Pencemaran Lingkungan
P. 38

E-MODUL PENCEMARAN LINGKUNGAN BERBASIS SETS (SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY, AND SOCIETY)

             Laporan tahun lalu, pencemaran PM 2,5 harian di Indonesia untuk tahun 2021 mencapai
             34,3 µgram/m³ dan menempati peringkat ke-17 dari 117 negara. Sementara Jakarta saat itu

             berada di urutan ke-12 dari 107 kota yang dianalisis dengan konsentrasi PM 2,5 mencapai
             39,2 µgram/m³. Jika dibandingkan tahun lalu, baik peringkat maupun tingkat pencemaran
             di  Indonesia  menunjukkan  adanya  perbaikan  kualitas  udara,  yakni  11  persen  secara

             nasional dan 7 persen di lingkup Jakarta. Meskipun demikian, tingkat konsentrasi tersebut
             masih  yang  terburuk  di  Asia  Tenggara  dengan  enam  hingga  tujuh  kali  lipat  lebih  tinggi
             dari standar yang ditetapkan WHO. Menanggapi laporan ini, juru kampanye Greenpeace

             Indonesia,  Bondan  Andriyanu,  mengatakan,  dengan  kondisi  kualitas  udara  yang  buruk,
             gugatan  warga  negara  atas  polusi  udara  juga  masih  menemui  jalan  buntu.  "Presiden  RI
             dan  Kementerian  Lingkungan  Hidup  dan  Kehutanan  malah  mengajukan  upaya  kasasi

             setelah  banding  mereka  ditolak  pengadilan  tinggi  pada  November  2022.  Itu
             mengindikasikan  arogansi  dan  sikap  abai  pemerintah  terhadap  hak  rakyat  atas  udara
             bersih," katanya.



             Padahal,  laporan  IQAir  menyebutkan,  polusi  udara  terus  menjadi  persoalan  lingkungan
             terbesar  yang  berisiko  terhadap  kesehatan.  Kelompok  yang  terus-menerus  terekspos

             dengan  udara  buruk  rentan  mengalami  gangguan  kesehatan,  mulai  dari  mengidap
             penyakit  asma,  kanker,  paru-paru,  jantung,  hingga  mengalami  kematian.  Bondan

             menyebutkan, dampak buruk kualitas udara di Jakarta sangat dirasakan oleh masyarakat
             Marunda,  Jakarta  Utara.  Warga  yang  bermukim  di  rumah  susun  sewa  (rusunawa)
             Marunda harus menghirup polusi debu batubara selama tiga puluh tahun terakhir. Selain
             dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara, polusi udara di Indonesia disebabkan

             sektor  transportasi,  khususnya  kendaraan  pribadi,  dan  kebakaran  hutan  serta  lahan.
             Menurut  data  IQAir,  selain  Jakarta,  kota-kota  dengan  tingkat  polusi  tinggi  di  Indonesia

             adalah Serang (34.4 µgram/m³), Bandung (26.1 µgram/m³), dan Semarang (24.3 µgram/m³).


             Merujuk laporan yang sama, kualitas udara yang buruk berkontribusi lebih dari enam juta

             kematian  setiap  tahun  di  seluruh  dunia  dan  menyebabkan  kerugian  ekonomi  yang
             mencapai  triliunan  dollar  AS.  Program  Lingkungan  Perserikatan  Bangsa-Bangsa  (UNEP)
             menyoroti  pentingnya  transisi  energi  global.  Menurut  Bondan,  untuk  memperbaiki

             kualitas  udara,  pemerintah  Indonesia  perlu  mempercepat  transisi  energi  baru.  Apalagi,
             Just Energy Transition Partnership (JETP) menargetkan pengurangan emisi karbon hingga
             2030  dalam  konferensi  tingkat  tinggi  (KTT)  G20  di  Bali.  Pemerintah  Indonesia  juga  telah

             bersepakat  mengadopsi  energy  transition  mechanism  dengan  melakukan  pensiun  dini
             sejumlah PLTU di Indonesia. Setidaknya ada 15 GW PLTU yang disebut akan dipensiunkan
             lebih awal, dimulai dari PLTU Cirebon 1 dengan kapasitas 660 MW.

             Sumber gambar dan informasi:  https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/03/14/


                                                                                UNIT II | PENCEMARAN UDARA     37
   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43