Page 5 - KLIPINGBPPT19032019 (pagi)
P. 5
]’;
belaka, atau terang- terangan menolaknya, apalagi jika yang disalahkan adalah sektor perindustrian.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump, mantan Perdana Menteri Australia Tony Abbott, dan mantan Presiden Republik Ceko Vaclav Klaus adalah barisan pemimpin dunia yang tidak percaya pada pemanasan global. Di level Asia, presiden Filipina Rodrigo Duterte adalah salah satunya.
Baca juga: Muramnya Wajah Dunia Riset Indonesia
Duterte menolak kesepakatan pengurangan emisi karbon. Alasannya, sektor perindustrian di Filipina masih bergantung pada energi batu bara dan bahan bakar fosil lainnya. Negara kepulauan di Asia Tenggara itu Duterte nilai belum bisa bergantung pada skema sumber energi terbarukan dan energi bersih.
Ada banyak pebisnis di beragam sektor perindustrian yang satu gerbong dengan tokoh politik, aktivis organisasi, media, maupun penulis blog konservatif yang rajin mengampanyekan pemanasan global sebagai hoaks.
Kampanye tersebut bertujuan untuk melemahkan kepercayaan publik terhadap pemanasan global. Sementara pelaku industri berkepentingan untuk tidak dikekang oleh kebijakan pembatasan emisi karbon karena akan berpengaruh pada laba perusahaan.
Riset Sosial yang Tertatih
Jika ditarik lebih luas serta dalam tujuan memilah yang krusial, Ma’ruf dan Sandiaga turut luput menyebut riset sosial di Indonesia. Pasalnya, merujuk pemaparan dosen FISIP UI Inaya Rakhmani di kanal The Conversation, riset sosial di Indonesia sedang dalam kondisi tertatih.
“Sekitar 74% riset sosial di Indonesia yang dijalankan di universitas negeri adalah penelitian terapan pesanan yang tidak berfokus pada pemahaman mendasar tentang perubahan masyarakat. Akibatnya, masyarakat Indonesia kerap gagap menghadapi fenomena sosial yang seolah terjadi tiba-tiba.”
Menurut hasil riset kolaboratif Inaya, faktor penyebabnya beragam. Salah satunya adalah otonomi universitas negeri untuk mencari pemasukan selain dari anggaran negara menghasilkan komersialisasi jasa pendidikan dan penelitian sosial yang tidak berhubungan langsung dengan kualitas akademis.
Dampaknya adalah kondisi akademis yang kurang pergaulan. Artinya, dosen-dosen ilmu sosial cenderung tertutup, hanya melakukan riset di disiplinnya saja, dan tidak mahir mengkomunikasikan risetnya ke publik.