Page 35 - KLIPING BELMAWA16032019 (PAGI)
P. 35
(14/3/2019).
Penganggur Terdidik dan Terampil Meningkat Kenaikan jumlah penganggur lulusan SMK dan PT dianggap sebagai buah dari belum terbentuknya keserasian antara sisi suplai dan permintaan tenaga kerja di Indonesia.
Peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus menduga setidaknya ada dua sebab utama naiknya penganggur terdidik dan terampil. Pertama, bisa jadi para lulusan PT terlalu memilih pekerjaan yang hendak dijalani selepas dunia pendidikan lantaran gengsi. Kedua, ada kemungkinan kemampuan atau skill yang dimiliki lulusan SMK dan PT tidak sesuai dengan kebutuhan industri saat ini. Hal ini diharapkan bisa dicarikan solusinya oleh pemerintah.
“Ini menunjukkan bahwa semakin besar tantangannya. Mulai dari kecocokan skill yang diperoleh, permintaan dunia kerja, nah ini link and match-nya belum terbangun. Banyak mungkin institusi pendidikan masih menggunakan kurikulum yang mungkin nanti tak lagi digunakan industri,” tuturnya.
INDEF juga memandang kehadiran Balai Latihan Kerja (BLK) di daerah belum banyak membantu penyerapan tenaga kerja. Data yang dimiliki INDEF menunjukkan dari total penganggur sebanyak lebih dari 7 juta orang pada 2018, ada 1,18 juta orang yang pernah mendapatkan pelatihan kerja di BLK.
Siswa melakukan praktik program teknik kelistrikan di Sekolah Menengah Kejuruan ORA et LABORA, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (18/10/2018)./Bisnis-Abdulah Azzam
Tetapi, 1,18 juta orang itu tetap menganggur meski sudah mendapat pelatihan. Fakta itu dianggap membuktikan tidak adanya keserasian antara sisi pasokan dan permintaan tenaga kerja di Indonesia.
“Mengonfirmasi anggapan bahwa kita terlalu bermain di supply side, bukan demand side. Ini mungkin banyak masalahnya. Bisa saja karena waktu pelatihan [di BLK] terbatas atau pelatihannya sudah tak relevan,” ungkap Eko.
Rendahnya tingkat pertumbuhan industri pengolahan di Indonesia juga turut disorot sebagai salah satu sebab tidak terserapnya tenaga kerja lulusan SMK dan PT. INDEF menyebutkan pertumbuhan industri pengolahan pada kuartal IV/2018 hanya 4,25% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
“Laju industri pengolahan tak mampu mengimbangi relatif tingginya porsi pengangguran lulusan SMK dan universitas. Apabila kita membayangkan pendidikan vokasi yang ideal, itu kan salah satunya di Jerman. Sebagai negara industri, di sana industrinya tumbuh sehingga lulusan SMK-nya selalu diserap. Sementara itu, di Indonesia industrinya tidak tumbuh-tumbuh,” tambahnya.
Tantangan Penyerapan Tenaga Kerja Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam menyatakan selama ini, dunia usaha di Indonesia sudah terbiasa bergerak sendiri menyiapkan tenaga kerja siap pakai tanpa melibatkan pemerintah. Kebiasaan itu saat ini perlahan mulai diubah. Dia menyebutkan saat ini, pemerintah sudah mulai melibatkan sejumlah asosiasi pengusaha untuk merencanakan dan mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) siap kerja. Namun, proses perubahan itu diakui tidak mudah dilakukan. “Kemampuan kita untuk melihat perubahan teknologi dan skill tenaga kerja yang dibutuhkan untuk masa depan juga terbatas. Kemudian, kerja sama Academician, Business, and Government (ABG) belum terlalu efektif. Ekosistem dan kelembagaan kita masih tertinggal, terutama dalam pembiayaan pelatihan tenaga kerja yang non APBN,” jelas Bob kepada Bisnis, Jumat (15/3).