Page 27 - KLIPINGBPPT17102019PAGI
P. 27
pada 2018 lalu. EVCS itu meliputi fasilitas fast charging station 50 kW yang ditempatkan di kantor BPPT Jakarta Pusat, dan di Klaster Energi BPPT yang terletak di kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Dalam perkembangannya, penggunaan fasilitas EVCS itu cukup efektif karena banyak masyarakat yang mulai memanfaatkan fast charging station ini untuk kebutuhan mereka, "Ini adalah salah satu bentuk dari kliring teknologi yang merupakan salah satu peran BPPT,". Selain terus mendorong penggabungan sumber energi terbarukan dalam sistem yang disebut 'smart grid' sebagai bagian dari upaya pengimplementasian terhadap peran lainnya, yakni perekayasaan maupun alih teknologi. BPPT juga berupaya berkontribusi dalam mendorong Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebesar 15 persen dari keseluruhan sistem charging station di tahap awal. Tentunya nilai itu diharapkan dapat ditingkatkan menjadi 30 persen. Terkait kerja sama pengembangan charging station, BPPT bersinergi dengan PT Len Industri melalui pertimbangan terhadap sejumlah faktor. Mulai dari alokasi penempatan chargjng station di kota lainnya selain ibu kota yakni Bandung, kemudian kombinasi dengan PLTS lantaran kompetensi dalam pengembangan sistem PLTS merupakan ranah PT Len Industri. Hingga potensi terkait peningkatan TKDN yang menggunakan perangkat hasil pengembangan yang dilakukan perusahaan tersebut. Sementara terkait kerja sama BPPT dengan PLN, perlu diketahui bahwa SPKLU telah diatur dalam Perpres Nomor 55 tahun 2019, di mana PLN ditunjuk sebagai penyedia infrastruktur pengisian listrik bagi KBL untuk kali pertama. "Karenanya, hari ini merupakan momentum penting karena kita semua berkumpul untuk menjalin kerjasama yang lebih konkrit, guna menindaklanjuti amanat Perpres tersebut," papar Hammam. BPPT memang berharap bisa bersinergi dengan para pemangku kepentingan terkait penerapan teknologi pada industri SPKLU ini. "Ini menjadi pijakan awal terbentuknya semacam wadah seperti sebuah konsorsium charging station. Bukan tidak mungkin nanti akan ada MoU lanjutan antara mitra-mitra yang berkumpul di sini terkait teknologi atau model bisnis charging station," tegas Hammam. Hammam berharap agar penandatanganan MoU yang dilakukan hari ini, mampu membentuk sebuah komunitas teknologi dan industri charging station KBL. Sehingga perekonomian Indonesia bisa tumbuh dan negara ini mampu mandiri dan berdaya saing pada masa mendatang. "Ke depan, upaya yang kita mulai hari ini saya harap terus dapat dikembangkan lebih luas lagi untuk mewujudkan ekosistem industri teknologi KBL yang kondusif, yang mampu memberikan dukungan terhadap kemandirian dan daya saing bangsa," jelasnya. Hammam kembali menyampaikan harapannya, agar hasil inovasi karya anak bangsa, baik KBL maupun inovasi lainnya seperti baterai, sistem pengisi cepat (fast charger system) maupun ide inovasi lainnya yang belum tercetus, mampu mendukung pemanfaatan smart electric vehicle secara massive di era industri 4.0. Hasil inovasi karya anak bangsa harus mampu bersaing di tengah pesatnya perkembangan kendaraan listrik global dari berbagai pabrikan kendaraan ternama dunia, baik itu kendaraan listrik hybrid, kendaraan listrik berbasis baterai (battery electric vehicle), hingga autonomous vehicle. "Semua harapan itu menjadi tantangan bagi kita semua, apakah kita mampu bersinergi, berkolaborasi dan saling mendukung agar mampu mewujudkan terbangunnya sebuah ekosistem, di mana kita dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri," pungkas Hammam.