Page 20 - KLIPINGBELMAWA11102019PAGI
P. 20
f
Selain Pola Pikir, Ini 6 Faktor Penyebab Politeknik Lambat untuk Maju
Media
Kompas.com
Terbit
11 Oktober 2019
Tone
Netral
Hal/link
https://edukasi.kompas.com/read/2019/10/10/19060641/selain- pola-pikir-ini-6-faktor-penyebab-politeknik-lambat-untuk- maju?page=all
PR VALUE
Rp.60.000.000
Jurnalis
Yohanes
Selain Pola Pikir, Ini 6 Faktor Penyebab Politeknik Lambat untuk Maju Kompas.com - 10/10/2019, 19:06 WIB BAGIKAN: Komentar Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek Dikti, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) Patdono Suwignjo (kanan) saat membuka IVETS 2019 di Jakarta, Rabu (9/10/2019).(KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA) Penulis Fika Nurul Ulya | Editor Yohanes Enggar Harususilo KOMPAS.com - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi ( Kemenristekdikti) membeberkan berbagai alasan pengembangan politeknik di Indonesia kalah dengan universitas. Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek Dikti, Kemenristekdikti Patdono Suwignjo mengatakan, seluruh stakeholder seperti masyarakat, pemerintah, dan industri selama ini berperan melambatkan pengembangan tersebut. "Saya pikir di sini ada sesuatu yang salah kenapa masyarakat enggak mau masuk vokasi. Masyarakat Indonesia itu punya mindset kalau menempuh pendidikan tinggi hanya untuk gelar, bukan kompetensi," kata Patdono Suwignjo di Jakarta, Rabu (9/10/2019). Alhasil, kata dia, 92 persen mahasiswa di Indonesia memilih universitas untuk melanjutkan pendidikannya. Hanya 8 persen atau 750.000 orang yang memilih politeknik dari total 8 juta mahasiswa. 1. Mahalnya uang gedung Hal tersebut juga diperparah dengan mahalnya uang gedung yang dikenakan. Pembangunan politeknik sendiri memang memakan biaya rata-rata 10 kali lipat dibanding universitas karena banyak laboratorium yang dibangun. Baca juga: Kemenristekdikti: Indonesia Kekurangan 2.075 Politeknik Hal itu membuat uang gedung dan segala keperluan kuliah menggembung. 2. Kesenjangan gaji lulusan Pun gaji yang dijanjikan saat bekerja berbeda antara mahasiswa lulusan D4 dengan mahasiswa lulusan S1. "Makanya jarang ada anak orang kaya yang masuk politeknik. Uang gedungnya bisa Rp 15 juta. Tapi kalau kedokteran mesti bayar Rp 500 juta, langsung mau," ungkap Patdono. 3. Kekurangan profesor politeknik Patdono mengatakan pemerintah turut andil dalam menjadi faktor kurang diminatinya politeknik. Dia menyampaikan saat ini belum ada jenjang strata 3 (S3) bergelar doktoral untuk politeknik. Itulah sebabnya Indonesia kekurangan profesor politeknik. "Kenapa jarang profesor politeknik? Kemenristekdikti memperlakukan dosen politeknik yang ingin menjadi profesor sama dengan persyaratan dosen universitas yang jadi profesor. Paling tidak punya 2 publikasi internasional. Padahal politeknik enggak perlu begitu, politeknik caranya punya karya praktis yang monumental," papar Patdono. 4. Penyamaan akreditasi Selanjutnya, Badan Akreditasi