Page 17 - KLIPING BELMAWA (16 AGUSTUS 2019 - PAGI)
P. 17

seorang TNI. Tapi menurut seorang mahasiswa yang ada di luar, anggota ormas tidak segera pergi. "Ini diskusinya bahaya. Saya sudah siapkan tiga kompi pasukan, mereka siap ke sini kalau saya panggil," kata seorang polisi tiba-tiba, tanpa ditanya. Surat selesai dibuat. Pihak terkait, termasuk perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa, membubuhkan tanda tangan. Lalu, kata Ridwan, "ormas, TNI, dan polisi bubar sekitar pukul 16.30." Tapi hingga pukul 17.00 "beberapa mahasiswa masih melihat orang yang diduga intel berkeliaran di kampus." Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Irman Sugema tidak menjawab pertanyaan reporter Tirto terkait masalah ini. Dia mengaku sedang rapat, tapi hingga berita ini ditulis tidak juga merespons. Kepada reporter Tirto, Rektor ISBI Bandung Een Herdiani membenarkan bahwa mereka tidak ingin ada diskusi dengan tema itu. Alasannya, tema tersebut "sensitif dan berbahaya." "Boleh saja diskusi, tapi carilah bahan-bahan yang tidak mencelakakan kami. Nanti kasihan [nama] ISBI jelek," katanya, lalu mencontohkan diskusi yang aman itu yang bertema "seni dan budaya," yang "ada jurusannya dan berkaitan." Dia khawatir apabila ada pihak-pihak yang memanfaatkan diskusi itu dengan tidak bertanggung jawab. "Bisa saja ada orang lalu mengibarkan bendera atau membentangkan spanduk dan dipotret terus dimasukkan sosmed. Itu kan bisa viral di dunia." Baca juga: Pembubaran Kajian Hanan Attaki dan Dilema Kebebasan Berekspresi Een mengaku tahu diskusi itu justru dari aparat. Dia mengklaim tidak tahu sama sekali meski pada hari itu ada di kampus. "Tiba-tiba pada 14 Agustus datang polisi ingin menjaga. Kemudian datang polisi dan TNI sekitar 10 orang agar acara tidak terjadi," akunya. "Akhirnya kami sepakat kegiatan ini tidak jadi. Dibubarkannya juga sesuai kesepakatan, kok." Ke Mana Kebebasan Akademik? Peneliti dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia cum dosen di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Jakarta Beni Sukadis mengatakan kasus ini membuktikan bahwa baik pihak kampus dan aparat serta ormas tidak paham apa itu kebebasan akademik. "Atau memang pimpinan kampus takut terhadap kasus-kasus sensitif yang bisa mengganggu keberlangsungan kampusnya," kata Beni kepada reporter Tirto. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan kampus semestinya bisa luwes mendiskusikan berbagai topik. Diskusi akan memunculkan nalar kritis, dan pembubaran bisa mengkebiri itu. "Kalau [pembubaran] diteruskan dan dibiarkan, ini menjadi pertanda matinya tradisi berpikir, nalar kritis, dan tamatnya budaya literasi di kampus." Baca juga artikel terkait PEMBUBARAN DISKUSI atau tulisan menarik lainnya Alfian Putra Abdi (tirto.id - Pendidikan) Reporter: Alfian Putra Abdi Penulis: Alfian Putra Abdi Editor: Rio Apinino
Baca selengkapnya di artikel "Pantang Bicara Papua di ISBI Bandung", https://tirto.id/egmz


































































































   15   16   17   18   19