Page 5 - LAPORAN PEMBERITAAN MEDIA
P. 5
konflik antara rektor dan Senat Akademik yang tak bisa diselesaikan MWA.
"Itu sewenang-wenang, barbar. Kalau tidak ada hukumnya, ya tidak beradab," kata Indra Perwira di di Gedung Sri Soemantri, Jalan Imam Bonjol, Kota Bandung, Senin. Ia juga menilai, MWA sengaja membuat keputusan di penghujung waktu. Pertanggungjawaban rektor bahkan dilakukan pada hari terakhir masa jabatan. MWA cenderung mengulur waktu seolah menjadi alasan penunjukan Plt.
"Ini tidak membangun good governance seperti yang selama ini dibilang," ujarnya.
Kewenangan Plt. juga terbatas. Akan ada keberatan dari mahasiswa jika ijazah ditandatangani Plt. rektor. "Atau mereka harus menunggu sampai ada rektor baru, bagaimana nasibnya," katanya.
Status calon rektor yang ada juga tak dijelaskan bagaimana nasib selanjutnya. "Itu kesalahan besar," ujarnya.
Guru Besar Hukum Unpad Susi Dwi Harijanti mengatakan, surat menteri yang jadi dasar MWA tak punya kekuatan hukum. "Seharusnya permintaan menteri itu dilihat sebagai kementerian memberi saran, bukan putusan. Ini bentuk intervensi," katanya. Ia menilai, selama ini Ketua MWA kerap memposisikan diri sebagai atasan. Misalnya dengan tidak menandatangani undangan rapat pleno dan tidak hadir rapat. "Sehingga terjadi penundaan yang tak bisa dijustifikasi," katanya.
Aturan MWA yang dianggap kurang sempurna seharusnya tidak berlaku surut. Aturan baru dilaksanakan untuk pemilihan selanjutnya. Terkait adanya kabar permintaan uang kepada calon rektor, Indra Perwira mengaku pernah mendengar hal itu dsari salah seorang calon rektor. Ia menyarankan untuk mengabaikan permintaan itu. "Kalau itu terbukti, kepercayaan publik tidak akan ada lagi. Kampus ini benteng terakhir penjaga moral," katanya. Indra Periwa mengatakan, perlu ada pertanggungjawaban publik atas kinerja MWA. "Kalau saya anggota MWA, sudah gagal, saya akan mundur," ujarnya.***