Page 15 - Perjuangan Pondok Pesantren Lirboyo Dalam Peristiwa 10 November 1945 Terbaru
P. 15
Sebagai ungkapan terima kasihnya kepada sang kakak, Manab
bertambah semangat dalam belajar. Beliau gunakan waktu sebaik-
baiknya, hanya untuk belajar semata, beliau tidak ingin mengecewakan
sang kakak. Bahkan sampai Manab menjadi salah satu seorang ulama
terkenal kelak, beliau masih ingat akan jasa kakaknya.
Penguasaan Manab atas kitab-kitab dasar nahwu sharaf semakin
membesarkan himmahnya untuk mempelajari kitab-kitab yang lebih
tinggi semacam Alfiah Ibnu Malik. Kitab patokan resmi pesantren.
ini berarti jaminan untuk
Menguasai kitab 1002 bait syair nahwu sharaf
menguasai literatur pesantren, yakni kita kuning. Manab memang
senang sekali mempelajari cabang ilmu nahwu sharaf sebagai
kegemaran karena sharaf ibarat ibunya ilmu, sedang nahwu ayahnya
ilmu. Kegemaran yang menggebu itulah yang membuat Manab ingin
pindah. Beliau ingin mencari pesantren yang tua lagi. Dan tersiar kabar
saat itu bahwa di Madura terdapat pesantren yang cukup terkenal,
yaitu Pesantren Bangkalan dengan kiainya yang ahli ilmu agama
bernama Shayikhona Kholil (Bahtiar dkk, 2018: 24-25).
Ulama itu bagaikan garam. Begitu sebuah perumpamaan. Antara
ulama dan garam ada sisi kesamaan. Keduanya selalu
dibutuhkan umat. Tanpa garam, rasa menjadi hambar.
Tanpa ulama, umat jadi gersang.