Page 239 - JALUR REMPAH
P. 239

Dinamika Masyarakat Jalur Rempah | 225


                 tangganya, akan tetapi ada juga yang mempekerjakan 3-5 budak.

                     Pada 1711-1712, VOC  mengubah peraturan dalam pengadaan  budak.
                 Selama beberapa tahun  perkenier diperbolehkan mendatangkan 400 orang
                 budak dari Makassar. Dengan pengiriman itu, perkenier telah memilki 1400
                 budak, dan mereka masih terus mengajukan permintaan untuk memenuhi
                 jumlah yang dibutuhkan. Selain itu,  budak-budak lain didatangkan dari
                 kepulauan tenggara, seperti Nova Guinea dan Timor. Budak terbaik penduduk
                 Banda merupakan ras campuran berkulit hitam dan menguasai bahasa Belanda.

                     Jumlah  budak yang diperkerjakan di perkebunan pala, baik sejak awal
                 maupun masa perkenier VOC jumlahnya sering tidak menentu. Hal ini lebih
                 disebabkan oleh tingginya angka kematian budak dari waktu ke waktu sebagai
                 akibat dari beban pekerjaan, serangan wabah penyakit, dan bencana alam.
                 Kekurangan budak karena kematian harus diisi kembali melalui permintaan
                 perkenier kepada VOC. Melalui kantong-kantong penyedia  budak yang
                 tersebar luas di berbagai Kepulauan Indonesia, VOC dengan mudah melayani
                 permintaan perkenier sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan.

                     Perkembangan perkebunan pala masa perkenier VOC pernah mengalami
                 masa buruk, terutama akibat bencana alam meletusnya Gunung Api. Tercatat
                 tahun-tahun terburuk sepanjang abad ke-17 adalah tahun 1615, 1629, 1638,
                 1691, dan 1695.  Letusan Gunung Api pada tahun 1615 begitu hebat hingga
                                48
                 batu-batu besar terlempar jauh terjatuh di atas  Benteng  Nassau yang baru
                 saja diselesaikan oleh orang Banda. Tahun 1629, gelombang pasang menyapu
                 pelabuhan Naira dan kotanya yang baru, mengangkat perahu-perahu melampui
                 pinggiran laut, membongkar batu-batu besar dari jalanan dan meriam-meriam
                 tembaga di benteng, serta meruntuhkan dinding rumah sakit militer.

                     Pada April hingga Juni 1636 dan di akhir abad ke 17, guncangan gempa
                 bumi yang kuat dirasakan berulang kali, uap-uap yang keras baunya dan hujan
                 abu panas yang lengket berlangsung selama lima tahun (1691-1696). Wabah
                 penyakit paling buruk menyusul terjadi seiring dengan letusan Gunung Api
                 terjadi tahun 1638, ketika 375 orang meninggal di kota Naira, tahun 1693 ketika
                 771 budak tewas di perk. Kematian budak-budak merupakan kerugian besar,
                 dengan kehilangan banyak  budak harus cepat diganti dengan harga mahal.


                    48  Hanna. Ibid. Kepulauan Banda…, hlm. 92
   234   235   236   237   238   239   240   241   242   243   244