Page 94 - TAFSIR_INDONESIA_MAPK_KELAS X_KSKK_compressed_Neat
P. 94
Tahapan ketiga, silahkan Ananda pahami dengan cermat dan seksama uraian kandungan
ayatnya sebagaimana berikut ini.
Pada ayat pertama, Allah Swt. memerintahkan Nabi Saw. untuk memberitakan kepada
orang-orang musyrik yang menyembah berhala (selain Allah Swt.) dan menyembelih hewan
tidak atas nama-Nya bahwa Allah Swt. tidak sama dengan mereka. Karena salat dan ibadah
beliau hanya semata-mata untuk Allah Swt. dan tiada sekutu bagi-Nya, sama seperti perintah
salat dan berkurban hanya atas nama Allah (dalam surah al-Kauṣar ayat 2).
Said Ibnu Jubair dan Mujahid mengemukakan bahwa kata “nusukī” berarti ibadah kurban di
musim haji dan umrah. Hal ini menunjukkan keistimewaan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad
Saw. bertolak belakang dengan ajaran kaum musyrik saat itu. Nabi Muhammad Saw.
mengajarkan ibadah kurban sebagai ungkapan pengorbanan utuh keapada Allah Swt. tanpa
sedikitpun keragu-raguan serta wujud syukur atas nikmat Allah kepada beliau dan umatnya.
Semangat kepatuhan terhadap perintah Allah itu ditunjukkan Rasulullah Saw. yang
menyerahkan seluruh kehidupannya dan wafatnya hanya untuk Allah Swt. Kemurnian jiwa yang
paripurna itu menjadi langkah utama beliau dalam menjalankan perintah Allah dan termasuk
sikap kepasrahan diri beliau untuk mengabdikan dirinya secara totalitas kepada Sang Pencipta.
Penjelasan dari kandungan ayat di atas berupa kewajiban bagi setiap umat muslim untuk
beribadah apapun dengan ikhlas tanpa ada tujuan lain selain wujud penghambaan diri kepada
Allah Swt. Perintah beribadah dengan ikhlas tersebut bukan tanpa alasan, karena dengan segala
kemurahan dan kasih sayang-Nya jualah manusia dapat hidup dan berkehidupan. Manusia tidak
bisa berbuat apa-apa jika Allah tidak menghendakinya. Dialah tempat asal usulnya manusia dan
makhluk lainnya dan akan kembali kepada-Nya pula.
Ikhlas berarti murni atau asli, yakni dorongan jiwa yang menghantarkan perilaku seseorang
selalu bergantung dan memerlukan Allah Swt. Ketergantungan itu berujung pada kepasrahan
total tanpa dicampuradukkan dengan keinginan dari lainnya selain Allah Swt. Ikhlas dalam salat
misalnya, tidak ada sedikitpun terbersit niat untuk minta pujian, sanjungan atau penghargaan
lainnya dari selain Allah termasuk manusia. Tetapi dia salat hanya wujud dari kesadaran diri akan
statusnya sebagai hamba yang rendah dan lemah serta memerlukan belas kasih Allah Swt.
Tumbuh dan berkembangnya jiwa-jiwa ikhlas ini sangat ditentukan oleh kebenaran akidah
(keyakinan) seseorang yang didapatkannya dari pengetahuan yang matang tentang itu. Seorang
74 TAFSIR MA KELAS X