Page 18 - FINAL E-MODUL SEJARAH REVOLUSI NASIONAL DI MALANG 1945-1949 OLEH ALIMATUL SA'ADAH - PRODUK SKRIPSI_Neat
P. 18
4.2 Gerilya Menghadapi Agresi Militer Belanda II di Wilayah Malang
Perjanjian Renville yang berujung gagal sama halnya dengan Perjanjian
Linggarjati, menghadirkan aksi Agresi Militer Belanda II pertanggal 19
Desember 1948 dengan 2 tujuan yang jelas yaitu: 1) Belanda ingin
menghancurkan Republik Indonesia dari segi pemerintahan yang berdaulat
untuk menghadirkan rasa tidak aman, sehingga aksi pertama Agresi Militer
Belanda II menargetkan Lapangan Terbang Maguwo (sekarang Lanuma
Adisucipto) di wilayah Yogyakarta yang saat itu menjadi ibukota Republik
Indonesia (lihat gambar 10), dan 2) Belanda ingin menunjukkan ke dunia
internasional bahwa Republik Indonesia dan TNI (Tentara Nasional
Indonesia) sudah tidak ada (Setyawan, 2015: 443). Pada aksi Agresi Militer
Belanda II pihak Belanda dipimpin oleh Letjen Simon Hendrik Spoor,
panglima tertinggi Belanda yang memberi perintah untuk melakukan
penyerangan di wilayah Jawa dan Sumatera (Pratama, 2023: 102).
Gambar 10. Perintah kilat Jenderal Sudirman atas Serangan Pasukan Belanda
Pada Agresi Militer Belanda II
(Sumber: Hutagalung, 2016)
Adapun di wilayah Malang, khususnya di Kota Malang yang sudah dikuasai
oleh Pasukan Belanda sejak Agresi Militer Belanda I memaksa pusat
pemerintahan dan militer Kota Malang yang saat itu menjadi markas Brigade
VII/Suropati menyingkir ke wilayah Turen, Malang Selatan (Setyawan, 2015:
443). Beberapa taktik yang digunakan dalam perlawanan semasa menghadapi
kekuatan Agresi Militer Belanda II adalah Bumi Hangus bangunan yang vital
agar tidak dimanfaatkan Pasukan Belanda, mundur ke luar kota, dan
melaksanakan Perang Gerilya (mengelabuhi musuh dan melakukan serangan
kilat) (Pratama, 2023: 103).
17