Page 192 - My FlipBook
P. 192
Bagian Ketiga
Menurut pandangan Muhammadiyah, hadits itu ada ‘illatnya, yaitu
karena umat pada masa itu belum mempunyai cara lain untuk mengetahui awal
bulan kecuali dengan melihat hilal. Kalau gagal melihat hilal karena mendung,
maka bulan yang sedang berjalan itu digenapkan 30 hari. Sekarang, ilmu
astronomi sudah demikian maju, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui
awal bulan. Oleh sebab itu Muhammadiyah yakin tidak melanggar sunnah
tatkala menggunakan hisab hakiki untuk menentukan awal bulan. Sebagian
memahami, bahwa yang bersifat ta’abbudi (tidak boleh dirubah sedikitpun)
adalah puasa Ramadhan dimulai tanggal 1 Ramadhan dan shalat ‘Idul Fitri
tanggal 1 Syawal. Sedangkan bagaimana cara menentukan awal Ramadhan
dan awal Syawal itu adalah sesuatu yang bersifat ta’aqquli (rasional, dapat
berubah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi) dan lebih
bersifat teknis.
Dari uraian di atas, ternyata bahwa ulil amri tidak semata-mata mereka
yang mempunyai otoritas dibidang keilmuan, kemasyarakatan, dan keduniaan
lainnya. Dengan demikian, ulil amri hanya merupakan sebutan umum untuk
mereka yang mempunyai kewenangan tertentu sesuai dengan bidangnya.
C. Syarat Ulil Amri
Muhammad Abduh dengan mendasarkan kepada surat An Nisa 59
menyatakan, kepada mereka inilah harus taat dan patuh selama mereka
53
menaati Allah SWT dan Raosululloh Saw . Para mufasir menyatakan bahwa
dalam ayat ini untuk ulil amri tidak didahului dengan kata ali’u memberikan
makna bahwa ketaatan hanya diharuskan selama ulil amri taat kepada Allah
SWT dan Rosululloh Saw. Pendapat ini bersesuaian dengan hadis “Seorang
53 Fakhruddin Loc.Cit
180