Page 20 - Bahan Ajar IPS
P. 20
TOKOH EKONOMI KREATIF
Hj. Wirda Hanim: BATIK TANAH LIEK PRODUK NAGARI TANAH
DATAR
ukiran dan pakaian, serta membuat motif-motif baru
yang sebagian perpaduan dari motif-motif itu.”
katanya.
Tepat pada saat itu, Dewan Kerajinan Nasional
Provinsi Sumatera Barat mengadakan pelatihan
batik tanah liek dengan jatah peserta sebanyak 20
orang yang berasal dari 10 orang dari Kabupaten
Solok dan 10 orang lagi dari Kabupaten Pesisir
Berawal dari menyaksikan acara adat di
kampungnya, daerah Kenagarian Sumanik,
Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat,
tahun 1993, Hj. Wirda Hanim, bertekad untuk
memproduksi kembali Batik Tanah Liek,
dikarenakan kain yang dipakai oleh para Datuak dan
Bundo Kanduang tampak kusam dan sobek sana-
sini karena lapuk. Bahkan pada saat mengenakannya
pun sangat berhati-hati diakibatkan oleh tuanya kain
tersebut. Hal ini ia ketahui setelah mencari informasi Selatan. Kota Padang memang tidak diikut sertakan
bahwa batik tanah liek tidak diproduksi lagi sejak 70 karena kebanyakan orang Padang memiliki usaha
tahun lalu. bordir, termasuk beliau sendiri yang memiliki usaha
bordir “Monalisa”. Walaupun tidak ada jatah
Bermodalkan tekad yang kuat, bu Hj. Wirda Hanim, peserta, bu Hj. Wirda Hanim tetap ingin ikut.
beniat untuk memperbaharui kain tersebut. Akhirnya beliau ikut dengan biaya sendiri. Namun,
Sedangkan beliau tidak memiliki ilmu membatik. pelatihan yang diikutinya masih belum memuaskan.
Pada saat itu, beliau menemui guru batik di Sekolah
Menengah Seni Rupa (SMSR) Kota Padang, yang Pada tahun 1995, dengan meminta izin suami,
kini menjadi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Ruslan Majid, beliau pergi ke Jogjakarta sekaligus
dengan cara berkunjung langsung ke sekolah dan meminjam uang sebanyak 20 juta rupiah sebagai
rumahnya, dengan harapan bisa bekerja sama. modal dengan tujuan untuk belajar batik disana.
Tetapi, guru tersebut hanya menyuruh siswa nya Berselang hanya 2 hari saja, beliau pun kembali ke
saja. Walaupun begitu bu Hj. Wirda Hanim tetap Padang. Selain merasa tidak betah, beliau juga tidak
membiayainya, mulai dari membeli kain dan obat- bisa meninggalkan usaha bordirnya dengan
obatan membatik, namun hasil para siswa ini tidak karyawan sebanyak 20 orang yang menetap
memuaskan. Akhirnya bu Hj. Wirda Hanim tidak dirumahnya. Bu Hj. Wirda Hanim meminta kepada
melanjutkan kerja sama itu. Dewan Batik Jogjakarta mengirimkan pengajar
batik ke Padang yang beliau kontrak
Hal tersebut tidak membuat bu Hj. Wirda Hanim
putus asa. Beliau mencoba membuat ulang motif Selama 3 bulan. Tapi sebelumnya, bu Hj. Wirda
kain kuno ke kertas. Bukan itu saja, beliau juga Hanim menitipkan contoh kain Batik Tanah Liek
membuat motif yang terdapat di Rumah Gadang. dengan harapan dapat dibuatkan motif dan warna
Hal tersebut ia lakukan lebih kurang selama 6 bulan. sesuai contoh kain tersebut. Sesampainya di Padang,
“Sambil menunggu jalan keluarnya, saya tetap pengajar dan seorang pemuda yang dibawanya dari
mencari dan meniru motif-motif dari kain batik Jogjakarta tersebut masih belum mampu membuat
tanah liek kuno di kampung saya, motif kuno kain Batik Tanah Liek sesuai contoh yang diberikan.
tersebut adalah kuda laut dan burung hong, di Bahkan setelah 2 bulan bekerja dengan beliau di
samping saya juga mengambil motif Minang dari
20