Page 35 - E-BIOSTORIETTE STRUKTUR DAN FUNGSI JARINGAN TUMBUHAN
P. 35
Keadaan keluargaku mungkin saat ini terlihat seperti manusia tanpa
masalah, meskipun sudah terkenal sebagai kumpulan anak broken home. Aku
banyak diam, menulis kalimat-kalimat indah dengan menceritakan kepada semua
orang tentang kesuksesan keluargaku, itu adalah karya topeng raut wajahku. Aku
begitu menyadari bahwa kelengkapan keluarga adalah hal besar yang selalu ingin
dimiliki ribuan anak di luar sana. Bohong! Ketika aku bilang bahwa aku dan
saudaraku baik-baik saja dengan keretakkan keluarga ini. Kemudian tidak jarang
aku mendengar beberapa ucapan di luar sana,”Eh Pikal, baru pulang sekolah
langsung jemput adikmu? Ibumu kemana?” Lalu terkadang aku menghela napas
panjang, membalas pertanyaan itu dengan senyuman. Sementara kulihat lagi
adikku, matanya berlinang seperti kolam yang sudah penuh dengan air dan
memerah, sehingga segera kubawa dia pergi menjauh. Isi rumah kami ramai, tapi
hati kami seperti suara jangkrik yang kesepian di malam hari. Foto ibu jelas
terpampang di dinding rumah dengan ekspresi senyumnya, tetapi sayangnya wujud
asli ibu jarang terlihat, ibu seperti bayangan yang muncul sesekali dan lewat
sebentar. Itulah mengapa, aku harus seperti kepala keluarga bagi adik-adikku yang
masih belia ini. Padahal jika diingat-ingat kembali, alasan kami tinggal bersama ibu
karena ayah percaya ibu akan lebih telaten mengurus kami. Namun, semakin lama
semakin dirasakan, hanya untuk sekadar bertemu dan berkumpul saja kami seperti
dikejar-kejar waktu; singkat. Entahlah! Aku tidak tahu apa yang dilakukan ibu di
luar sana sampai terasa begitu menyita waktu berkumpul kami. Aku malu, malu
pada kenyataan ini. Sejak itulah mengapa aku lebih yakin bahwa hidup ini tidak
akan bergerak maju bila aku terus diam membisu. Aku harus berusaha keras
mengubah sedih kami menjadi senyuman, seperti kayuhan sepeda yang akan
semakin kuat bila terus berjalan naik dan aku ingin berubah.
“Maafkan kakak, kakak akan berusaha melindungi kalian sekuat tenaga. Kakak
malu, merasa gagal sebagai kakak tertua kalian. Kakak gagal mempertahankan ibu
dan ayah. Kakak gagal untuk selalu ada bersama kalian. Saat ini kalian masih butuh
perhatian besar, tapi kita harus tinggal terpisah. Kakak sungguh minta maaf,” ia
memelukku erat penuh penyesalan. Padahal aku tahu betul ini bukan salahnya.
“Tidak kak, semua sudah terjadi. Kita semua adalah korban. Sekarang lebih baik
kita sama-sama berusaha menjadi kuat untuk keluarga kita masing-masing. Kita
memang tidak tinggal serumah lagi, tetapi kita masih satu keluarga yang akan
10