Page 4 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 NOVEMBER 2021
P. 4
Selain itu, La Tunreng juga meminta pemerintah lebih aktif mengambil peran. Sejauh ini, ia
menilai pemerintah cenderung lepas tangan. Beberapa persoalan banyak dibebankan kepada
pengusaha.
"Pemerintah ini kok seperti lepas tangan, semua dibebankan ke pengusaha. Masalah upah
pengusaha, ini itu pengusaha," keluhnya.
La Tunreng juga berharap, kompetensi tenaga kerja harusnya terus ditingkatkan. Dengan
catatan, hal itu digratiskan, agar semuaku-alitas pekerja lebih profesional dan maksimal.
"Karena 50-70 persen pekerja kita itu cuma alumni SD, SMP, SMA. Kerjanya juga cenderung
lambat. Pegang gelas pecah, piring pecah, ini itu rusak, kerjanya lambat ya kasihan juga
pengusaha," terangnya.
Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Sulsel, Andi Mallanti
menegaskan, tuntutan kenaikan ini berangkat dari berbagai pertimbangan. Stabilitas ekonomi,
redanya Covid-19, dan naiknya harga barang di pasaran.
"Tahun lalu waktu Covid sajaUMP naik 2 persen. Sekarang ini kondisinya mulai stabil. Parahnya,
harga barang di pasaran sudah naik duluan. Kami mau minimal kenaikan 10 persen," ujarnya
dalam Meja Redaksi Fajar kemarin.
Lebih lanjut Mallanti mengatakan, para buruh sebenarnya hanya meminta penyesuaian
pendapatan, bukan kenaikan. Para buruh selalu menuntut karena diikuti dengan beban biaya
hidup yang semakin berat.
"Kebutuhan meningkat, sementara gaji biasanya tidak sampai UMP. Bagaimana kalau sudah
berkeluarga, anaknya sekolah, mau makan apa mereka," terangnya.
Selain itu, pemberlakuan UMPjugaharusdisesuaikan dengan kapasitas dan skala perusahaan agar
tidak ada yang dirugikan. Sebab, sejauh ini masih banyak perusahaan besar, profit besar, tetapi
hanya memberikan upah sesuai UMP saja.
"Banyak perusahaan yang bisa berikan upah tiga kali lipat dari UMP, tapi yang dikeluarkan
yasebesarUMP saja. Sedangkan perusahaan kecil banyak tercekik," lanjutnya.
Adapun, Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Sulsel, Akhriyanto mengatakan, proses penetapan UMP tahun depan berbeda dari
sebelumnya. Jika sebelumnya mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015, saat
ini, acuan yang digunakan adalah PP Nomor 36 Tahun 2021.
"Kalau PP 78 itu kan tolok ukurnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Nah kalau sekarang ini
ada batas maksimal dan minimal, kemudian disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi dan
inflasi daerah juga," bebernya. Perlu diketahui, jumlah UMP di Sulsel hari ini sebesar Rp3,1 juta.
Naikdua persen dari tahun sebelumnya. (wid/arm-ful)
3