Page 237 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 28 JULI 2020
P. 237

Ia pun menyoroti muatan dalam RUU Cipta Kerja yang tidak pro terhadap rakyat, misalnya
              hilangnya ketentuan upah minimum kabupaten/kota (UMK), sebab Pasal 88C ayat (2) hanya
              mengatur upah minimum provinsi (UMP).

              "UMP di hampir semua provinsi lebih kecil dibandingkan UMK-nya, kecuali di DKI Jakarta dan DI
              Yogyakarta. Akibatnya, upah buruh menjadi semakin kecil dan tidak layak. RUU ini menunjukkan
              ketidakberpihakannya terhadap buruh, karyawan, dan rakyat kecil", ungkap Syarief.

              RUU Cipta Kerja, kata dia, juga membuat aturan pesangon yang kualitasnya menurun dan tanpa
              kepastian sehingga nilai pesangon bagi pekerja yang terkena PHK menurun karena pemerintah
              menganggap aturan yang lama tidak implementatif.

              "RUU  ini  akan  semakin  mempermudah  perusahaan  untuk  melakukan  PHK  karena  uang
              pesangonnya lebih kecil. Aturan baru ini malah lebih tidak implementatif dan tidak pro-rakyat,"
              ungkap Syarief.

              Ia juga menyayangkan dihilangkannya sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar aturan,
              sebab "omnibus law" menggunakan basis hukum administratif sehingga para pengusaha yang
              melanggar aturan hanya dikenakan sanksi berupa denda.

              Selain itu, kata dia, RUU Cipta Kerja juga akan membuat karyawan kontrak susah diangkat
              menjadi karyawan tetap, PHK akan semakin dipermudah, serta hilangnya jaminan sosial bagi
              buruh, khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.

              Syarief yang juga anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat memandang bahwa setiap kebijakan
              dan peraturan perundang-undangan yang diterbitkan harus mendengarkan aspirasi rakyat dan
              melibatkan rakyat.

              "Suara rakyat harus didengarkan karena bukankah pemerintah bekerja untuk rakyat?" sebut
              Syarief.
              Banyaknya penolakan dan demo yang dilakukan masyarakat, lanjut dia, menunjukkan bahwa
              RUU Cipta Kerja tidak pro-rakyat.

              Pemerintah bersama DPR RI, kata dia, harus lebih berfokus pada program penanggulangan
              pandemi  COVID-19,  mengingat  angka  positif  COVID-19  makin  meningkat  dari  hari  ke  hari
              sehingga tertinggi di kawasan ASEAN dan belum adanya tanda-tanda penurunan.

              Dalam  situasi  genting  saat  ini,  kata  dia,  menuntut  pemerintah  fokus  dan  prioritas  untuk
              menanggulangi COVID-19 dibandingkan membahas RUU Cipta Kerja.

              "Pemerintah itu seharusnya hadir untuk selalu menyerap aspirasi dan pelayanan terbaik bagi
              rakyat, bukan semakin mempersulit rakyat di tengah pandemi COVID-19," tutup Syarief Hasan.
              Pewarta: Zuhdiar Laeis  Editor: M Arief Iskandar  COPYRIGHT (c)2020  .

















                                                           236
   232   233   234   235   236   237   238   239   240   241   242