Page 193 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 193

BURUH BATAL TURUN KE JALAN,PILIH SURATI DPR

              Pertimbangkan Kondisi yang Masih Pandemi Para buruh yang tergabung dalam serikat pekerja
              di hampir seluruh daerah menolak pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja alias Omnibus
              Law. Tak terkecuali para pekerja di Kota Makmur.

              Namun, karena situasi masih pandemi, mereka tidak mengadakan aksi turun ke jalan maupun
              mogok  kerja.  Mereka  memilih  menyampaikan  aspirasi  lewat  surat  ke  DPR  dan  Kementerian
              Tenaga Kerja.

              Ketua  Forum  Peduli  Buruh  Sukoharjo  Sukarno  menjelaskan,  pihaknya  telah  menggelar
              pertemuan  tripartit  Senin  lalu  (5/10).  Hasilnya,  para  buruh  urung  menggelar  mogok  kerja
              maupun demonstrasi. "Kami akan protes melalui surat ke DPR dan Kemenaker," katanya kemarin
              (6/10).

              Dia menegaskan, banyak pasal dalam UU Gipta Kerja yang merugikan buruh. Salah satunya
              masalah pesangon pensiun. Nominal pesangon yang seharusnya 32 kali upah berubah menjadi
              25 kali upah.

              Itupun pengusaha hanya wajib membayar 19 kali upah, sisanya dibayar BPJS Ketenagakerjaan.
              Karena itu, dia berharap presiden mengubah pasal dedam UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan
              buruh.

              Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Klaten juga lantang menolak UU yang baru disahkan
              tersebut.  "UU  itu  bisa  menjadikan  kaum  buruh  semakin  kerdil.  Kami  tegas  menolak.
              Penurunannya sangat dramatis.

              (Buruh) yang sudah marginal justru semakin dimarginalkan. Meski saya belum mempelajari (UU
              Cipta Kerja) secara keseluruhan, tetap ada sejumlah permasalahan," tegas Ketua SPSI Klaten
              Sukadi saat dihubungi melalui sambungan telepon kemarin.

              Dia  juga  menyoroti  poin  pesangon  yang  ditetapkan  dalam  Undang-undang  tersebut.  Sukadi
              menilai,  perhitungan  pesangon  yang  semakin  berkliiang  sangat  bertolak  belakang  dengan
              kewajiban iuran BP]S Kesehatan yang dinaikkan.

              "Para  buruh  di  Kota  Bersinar  tidak  terima.  Belum  lagi  soal  kontrak  yang  berkelanjutan.  Itu
              membuat buruh kecewa," keluhnya.

              Sukadi sudah mendengar instruksi dari pusat soal mogok kerja masai pada 6-8 Oktober. Kendati
              demikian, dia menyerahkan sepenuhnya hal itu kepada pekerja di perusahaan masing-masing,
              apakah akan turun ke jalan atau tidak Namun, dia mengimbau agar aksi dilakukan di dalam area
              perusahaan karena masih pandemi.

              "Kami baru dapat informasi, salah satu perusahaan rokok menandatangani petisi penolakan UU
              Cipta Kerja. Mengenai rencana mogok kerja, masih menunggu informasi lebih lanjut Namun,
              kalau diminta mogok kerja, kami siap. Total buruh di Klaten 20.052 orang dari 37 perusahaan,"
              tegasnya.

              Saat di mintai konfirmasi, Kepala Bidang (Kabid) Tenaga Kerja, Dinas Perindustrian, dan Tenaga
              Kerja (Disperinaker) Klaten Heru Wijoyo memahami kondisi para pekerja. Dia mengimbau agar
              buruh menyampaikan aspirasi tanpa turun ke jalan.

              "Bagaimana  caranya  agar  tidak  sampai  terjadi  gejolak  dan  pengumpulan  massa.  Kesehatan
              buruh harus diutamakan," katanya,

              (kwl/wa/ren/fer/dri)


                                                           192
   188   189   190   191   192   193   194   195   196   197   198