Page 57 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 27 FEBRUARI 2019
P. 57
Setahun setelah pembelian, Kiani Kertas mengajukan permohonan restrukturisasi
alias penundaan pembayaran utang kepada Bank Mandiri. "Saya hanya minta.
Berapa tahun kami mampu, ya tolong terima," kata Luhut saat itu dalam wawancara
bersama wartawan Tempo, Setri Yasra di Jakarta, 17 Maret 2004. Selain masalah
utang, perusahaan saat itu juga mengalami masalah operasional dan modal kerja
setidaknya sebesar US$ 50 juta
Januari 2005
Di tengah persoalan tersebut, sang adik, Hashim Djojohadikusumo masuk menjadi
investor Kiani Kertas lewat perusahannya yang bernama Novela. Suntikan dana
sebesar US$ 50 juta pun mengalir masuk ke kas Kiani Kertas. Suntikan modal ini
juga berlangsung tak lama setelah Bank Mandiri sepakat untuk merestrukturisasi
utang dari Kiani Kertas.
April 2005
Barulah dua tahun sejak pembelian, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
mempersoalkan ketidakhati-hatian Bank Mandiri mengambil alih kredit Kiani Kertas
dari BPPN. Salah satu bentuk ketidakhati-hatian itu adalah analisa risiko dan
persetujuan dewan komisaris baru diberikan seminggu setelah aksi korporasi bank
pelat merah itu.
Juli 2005
Tak hanya di BPK, kasus ini pun masuk dalam ranah penyidikan Kejaksaan. Sebab,
Tim Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung mencurigai adanya tindak pidana
korupsi dalam proses pengambilalihan tagihan utang Kiani.
Sehingga, untuk pertama kalinya, Prabowo Subianto diperiksa Kejaksaan Agung
sebagai saksi dalam kasus kredit macet Bank Mandiri di Kiani Kertas, "Saya
pemegang saham, jadi saya bertanggung jawab sekarang," ujarnya seusai
pemeriksaan di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Juli 2005.
April 2007
Setelah melalui sejumlah penyidikan, Kejaksaan Agung pun menetapkan tiga
mantan direksi Bank Mandiri sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengalihan aset
kredit ke Kiani Kertas. Ketiganya adalah Direktur Utama edward Cornelis William
Neloe, Wakil Direktur Utama I Wayan Pugeng, dan Direktur Corporate M, Sholeh
Tasripan.
Desember 2008
Di tengah berbagai terpaan masalah tersebut, Kiani Kertas toh tetap melanjutkan
produksi. Kapasitas produksi saat itu rata-rata mencapai 1000 ton pulp setiap hari
dan kebutuhan kayu yang mencapai 4000 ton. Perusahaan juga berubah nama, dari
Kiani Kertas menjadi Kertas Nusantara sejak Maret 2007.
Tapi kemudian, manajemen Kertas Nusantara melakukan pemecatan terhadap 900
karyawannya. Pemecatan dilakukan karena perusahaan tengah menghadapi
ancaman gulung tikar atau nyaris bangkrut, lagi-lagi karena masalah utang. Kali ini,
Page 56 of 107.