Page 34 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 OKTOBER 2021
P. 34
kelompok usia muda (usia 15-29 tahun) naik 2,18 persen selama pandemi. Angka kenaikan ini
juga lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan TPT pada kelompok usia yang lebih tua.
Persentase angkatan kerja baru yang mendapatkan pekerjaan juga turun. Sebelum pandemi,
ada 53,1 persen lulusan baru yang berhasil mendapatkan pekerjaan. Selama pandemi, lulusan
baru yang mendapatkan pekerjaan turun menjadi 44,5 persen.
Menurut peneliti SMERU Research Institute, Lia Amelia, Kamis (14/10/2021), angkatan kerja
baru selama ini lebih sulit mencari pekerjaan daripada angkatan kerja lama karena status mereka
sebagai lulusan baru dengan pengalaman kerja lebih sedikit.
Namun, dampak Covid-19 memberi tekanan lebih pada proses pencarian kerja itu akibat
terbatasnya lowongan kerja dan lesunya aktivitas dunia usaha selama pandemi.
"Kalau tak segera ditangani, angkatan kerja baru yang ter-dampak krisis akibat pandemi
berpotensi menanggung beban sosial ekonomi jangka panjang," kata Lia pada Forum Kajian
Pembangunan: Bersaing di Pasar Tenaga Kerja, Angkatan Kerja Baru dan Tenaga Kerja Lulusan
SMK pada Masa Pandemi Covid-19 yang diadakan secara daring.
Pendidikan lebih tinggi
Hasil penelitian SMERU menunjukkan, tantangan lebih berat dirasakan angkatan kerja muda
dengan jenjang pendidikan lebih tinggi. Sebelum pandemi, lulusan diploma IV, sarjana,
pascasarjana, hingga doktoral butuh waktu empat bulan sampai setengah dari angkatan kerja
baru ini bisa bekerja.
Setelah pandemi, durasi pencarian kerja itu naik tiga kali lipat. Butuh waktu 12 bulan sampai
setengah dari angkatan kerja baru berpendidikan tinggi ini mendapat kerja. Sebaliknya, angkatan
kerja baru dengan pendidikan tingkat SMP dan sederajat justru lebih cepat mendapat pekerjaan
selama pandemi. Pengalaman kerja juga ternyata tak lagi memengaruhi durasi pencarian kerja.
Direktur Ketenagakerjaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Mahatmi Parwitasari
Saronto mengatakan, problem informasi pasar kerja yang tidak terpadu menyulitkan angkatan
kerja dalam proses pencarian kerja.
la juga menyoroti masih adanya permasalahan dalam pendidikan vokasi yang selama ini terlalu
fokus pada sisi suplai. Program pendidikan dan pelatihan vokasi tidak didasari informasi
permintaan dasar kerja yang akurat. Keterlibatan sektor swasta juga terbatas sehingga vokasi
tidak didorong permintaan secara tersistem.
Pemerintah, ujar Mahatmi, berencana membuat reformasi pendidikan vokasi. "Kita memerlukan
sinergitas dalam pendidikan vokasi agar berorientasi pada kebutuhan dunia kerja. Selama ini
anggaran untuk program vokasi sudah cukup besar, tetapi hasilnya belum terlihat," katanya.
Sejalan dengan itu, Kepala Pusat Pengembangan Kebijakan Ketenagakerjaan Badan
Perencanaan dan Pengembangan Kementerian Ketenagakerjaan Muhyiddin mengatakan,
pemerintah sedang mematangkan konsolidasi data ketenagakerjaan untuk membuat sistem
informasi pasar kerja (SIPK) yang komprehensif.
SIPK diharapkan dapat memudahkan angkatan kerja baru dalam mencari kerja. "Kalau ini sudah
diterapkan, sebagaimana sistem informasi pasar kerja di banyak negara, kita punya data-base
lengkap dari suplai angkatan kerja hingga demand dari sisi pemberi kerja," katanya. (AGE)
Terimbas pandemi, angkatan kerja muda butuh waktu semakin lama untuk mendapat pekerjaan.
Informasi pasar kerja yang bersinergi dengan pendidikan vokasi kini makin krusial.
33