Page 98 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 JULI 2020
P. 98
Sikap Menteri Ida sangat sejalan dengan pendapat pengamat ekonomi dari INDEF Bhima
Yudhistira. Menurut Bhima, permasalahan utama yang harus dibereskan terletak pada
screening investasi yang dilakukan pemerintah. Menurutnya, proses seleksi investasi yang
berorientasi kepentingan nasional Indonesia masih terhitung lemah.
"Sebaiknya diperketat pengawasan di awal. Bila ada investasi yang mau masuk, pastikan
berapa banyak kebutuhan TKA-nya. Apa benar tidak ada tenaga kerja lokal yang keahliannya
setara dengan TKA tersebut," ujar Bhima saat dihubungi. ( Dia mencurigai ada cara berpikir
yang aneh, karena jumlah tenaga kerja yang ada di Indonesia mencapai 137 juta orang.
Bahkan untuk keahlian tertentu seperti di sektor konstruksi dan pertambangan, sudah sangat
umum bila SDM Indonesia banyak yang dipekerjakan oleh perusahaan internasional.
"Kenapa tidak mendahulukan SDM yang ada di dalam negeri saja," ujarnya.
Kemudian juga dia menilai harus ada jaminan TKA yang datang mesti memiliki keahlian. Ini
pun juga perlu diperketat, bahkan harus memiliki validasi. Dia mengkhawatirkan ada
beberapa temuan TKA di perusahaan pengolahan nikel ternyata memiliki keahlian yang
rendah.
"Ini masalah serius. Bagaimana cara pemerintah memverifikasi persyaratan selama ini
sehingga benar-benar keahlian TKA yang masuk memang tidak ada di Indonesia," tegasnya.
Dengan porsi yang mayoritas, dia "menggarisbawahi" derasnya arus TKA asal Tiongkok yang
terus masuk di tengah-tengah situasi pandemi. Menurutnya, ini bisa menjadi bumerang
karena jadi catatan negatif juga di mata para investor lainnya.
"Investasi kan bukan cuma Tiongkok, tapi kenapa mereka yang mendapat perlakuan spesial?
Perusahaan asing negara lain saja patuh menunggu sampai situasi pandemi berakhir untuk
melakukan perjalanan dari luar negeri ke Indonesia. Jangan ada perlakuan khusus ke satu
negara tertentu, karena akan berdampak pada kepercayaan investor dari negara selain
Tiongkok," imbuhnya.
Sementara itu, Department Head Industry & Regional Research Bank Mandiri, Dendi
Ramdani, menilai solusi ketanagakerjaan cukup sederhana, yaitu dengan menaati regulasi
yang ada. Menurutnya, integritas melaksanakan aturan adalah keharusan. Dengan demikian
aturan main adil dan bisa dipercaya seluruh kalangan.
"Persoalan investasi asing hanya soal aturan harus ditegakkan. Jangan sampai disiplin di level
bawah saja," ujar Dendi.
Dendi mengingatkan, di masa lalu ada masanya investasi Jepang dan AS menjadi prioritas
seperti Tiongkok sekarang. Karena itu menurut dia, proses Tiongkok hingga berperan penting
berjalan cukup alamiah.
"Level teknologinya sepadan dengan sumber daya di Indonesia. Beda dengan teknologi
Jepang yang masuk biasanya akan butuh kualifikasi SDM tinggi," terangnya.
Namun dia mengingatkan, berita soal besarnya investasi Tiongkok di Indonesia juga sering
dilebih-lebihkan masyarakat karena faktanya tidak sebesar itu. Karena bila dibandingkan
dengan investasi Tiongkok di negara ASEAN lain, ternyata masih jauh lebih besar
dibandingkan penempatan di Indonesia.
"Dibandingkan Thailand dan Vietnam, masih jauh lebih kecil di Indonesia. Permasalahannya
hanya penegakan hukum di sana lebih baik. Aturan investasi harus ditegakkan untuk
Page 97 of 345.