Page 53 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 MARET 2020
P. 53
Ringkasan
Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud bersama dengan Badan Nasional Sertifikasi
Profesi (BNSP) telah menandatangani 149 skema sertifikasi nasional di lima bidang, meliputi
permesinan, konstruksi, ekonomi kreatif, hospitality, care service. Penyiapan skema sertifikasi di
level D-3 dan D-4 ini turut diapresiasi oleh industri, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker),
dan Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR). Penyusunan skema
sertifikasi di pendidikan tinggi vokasi secara kolektif menjadi sejarah yang baru pertama kali
dilaksanakan sekaligus bukti pernikahan antara pendidikan vokasi dengan industri.
PENDIDIKAN VOKASI HARUS JAMIN SERTIFIKASI KOMPETENSI YANG KREDIBEL
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud bersama dengan Badan Nasional
Sertifikasi Profesi (BNSP) telah menandatangani 149 skema sertifikasi nasional di lima bidang,
meliputi permesinan, konstruksi, ekonomi kreatif, hospitality, care service. Penyiapan skema
sertifikasi di level D-3 dan D-4 ini turut diapresiasi oleh industri, Kementerian Ketenagakerjaan
(Kemenaker), dan Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR).
Penyusunan skema sertifikasi di pendidikan tinggi vokasi secara kolektif menjadi sejarah yang
baru pertama kali dilaksanakan sekaligus bukti pernikahan antara pendidikan vokasi dengan
industri.
Pada diskusi panel bersama Dirjen Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto, Plt. Direktur Bina
Standarisasi, Kompetensi, dan Pelatihan Kerja Kemenaker, Muchtar Aziz mengatakan,
penandatanganan 149 skema sertifikasi ini adalah sebuah peristiwa bersejarah. Maka dari itu,
momentum pengesahan skema sertifikasi ini dapat dijadikan sebagai pembuktian bahwa dengan
kolaborasi dari berbagai pihak, meliputi pendidikan vokasi, industri, asosiasi profesi, dan
kementerian terkait lainnya, Indonesia dapat menciptakan tenaga kerja yang kompeten dan
berdaya saing.
Dokumentasi: Kemendikbud "Pertama saya menyampaikan apresiasi kepada Kemendikbud,
terutama Ditjen Pendidikan Vokasi karena saat ini saya menyaksikan momentum dalam
perjalanan sejarah. Jika kita mencoba mengungkit kembali sejarah masa lalu, langkah ini
sebenarnya merupakan obsesi yang sudah dirintis sejak zaman orde baru," ungkap Muchtar.
Kemenaker menilai bahwa sertifikasi kompetensi merupakan sebuah pertaruhan kepercayaan.
Keseriusan LSP P1 PTV dalam melaksanakan sertifikasi kompetensi bagi mahasiswa akan
menentukan kepercayaan industri. Ketika sebuah lembaga sertifikasi tidak bisa membuktikan
bahwa lembaga tersebut kredibel dalam melaksanakan uji kompetensi dan penilaian, maka
reputasinya pun menjadi buruk di mata industri.
"Proses sertifikasi yang kredibel dilihat dari asesornya, dan juga proses sertifikasinya. Jangan
sampai jika berasal dari lembaga sertifikasi internal prosesnya menjadi lebih mudah. Di sinilah
peranan BNSP penting dalam melakukan pengawalan terhadap proses sertifikasi, termasuk dari
jenis skema sertifikasinya," tutur Muchtar.
Di sisi lain, Muchtar menyebut industri harus mau memberikan rekognisi terhadap pemegang
sertifikat kompetensi. Sebab, selama ini masih banyak industri yang ketika merekrut tenaga kerja
melihat dari sisi pendidikan formalnya saja. Bentuk rekognisi lain dari industri adalah membuka
kesempatan pengembangan karier bagi lulusan vokasi yang memiliki sertifikat kompetensi.
"Kami juga sedang melaksanakan kajian untuk meneliti kebutuhan kompetensi industri dalam
konteks masa pandemi dan juga untuk menjawab kebutuhan masa depan. Sebab apabila kami
bertanya ke industri, mereka mengatakan sulit mencari tenaga kerja yang kompetensinya sesuai
52