Page 230 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 SEPTEMBER 2021
P. 230

Data terbaru dari kajian terhadap indikator kesejahteraan rakyat yang dipublikasikan oleh BPS
              pada tahun 2020, menunjukan bahwa masih terjadi kesenjangan pendidikan antara penyandang
              disabilitas  dan  non-disabilitas  dan  ketimpangan  yang  terjadi  semakin  dalam  seiring  dengan
              semakin tingginya jenjang pendidikan.

              Secara umum pada tahun 2019, persentase anak berumur 16-18 tahun baik disabilitas maupun
              non disabilitas yang mengikuti pendidikan SMA/sederajat mencapai 72,36% namun hanya sekitar
              43,61%  dari  anak  penyandang  disabilitas  yang  mempunyai  peluang  sampai  kejenjang
              pendidikan  ini.  Rendahnya  akses  pendidikan  penyandang  disabilitas  ini  berdampak  langsung
              terhadap  kesempatan  kerja.  Hingga  saat  ini  kesempatan  penyandang  disabilitas  dalam
              mengakses pekerjaan di sektor formal masih menghadapi tantangan dan permasalahan, baik
              dari  sisi  internal  penyandang  disabilitas  sendiri  maupun  dari  eksternal  berupa  diskriminasi
              ketenagakerjaan.

              Hal ini mengakibatkan rendahnya partisipasi penyandang disabilitas dalam dunia kerja. Kondisi
              ini mendorong penyandang disabilitas lebih banyak bekerja disektor informal yang saat ini lebih
              rentan terpuruk lebih dalam secara ekonomi akibat pandemi COVID-19.
              Merespons kesenjangan akses pendidikan yang masih cukup tinggi, representasi Indonesia pada
              ASEAN Commission on Women and Children (ACWC) Yanti Kusumawardhani untuk Hak Anak
              menyatakan  pentingnya  kebijakan  yang  tepat,  komitmen  yang  kuat  dan  kontribusi  peran
              berbagai pihak terkait untuk menjamin kesetaraan akses pendidikan bagi penyandang disabilitas.
              "Pemerintah  bersama  stakeholder  terkait  perlu  bersama-sama  memastikan  dan  menjamin
              kesetaraan akses bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan pendidikan sehingga mereka
              dapat mengakses kesempatan kerja yang lebih baik dimasa mendatang", tegasnya.

              Untuk mendorong pemenuhan kuota ini, Fungsional Pengantar Kerja Ahli Muda, Ditjen Binapenta
              dan Perluasan Kesempatan Kerja, Kemenaker R.I Suhardi, mengatakan saat ini pemerintah terus
              mensosialisasikan dan mendorong implementasi dari Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2020
              tentang Unit Layanan Disabilitas (ULD) Bidang Ketenagakerjaan.
              "ULD  Bidang  Ketenagakerjaan  merupakan  pelaksanaan  Pasal  55  UU  No  8/2016,  yang
              penyelenggaraannya  menjadi  kewajiban  Pemerintah  Daerah  Provinsi,  Kabupaten  dan  Kota.
              Kemenaker RI telah menyelenggarakan rapat koordinasi secara masif di 10 provinsi di Indonesia
              untuk  mendorong  komitmen  pemerintah  daerah  mempercepat  penyelenggaraan  ULD  bidang
              Ketenagakerjaan ini," katanya.

              Upaya  memperkuat  akses  kesempatan  kerja  bagi  penyandang  disabilitas  melalui
              penyelenggaraan ULD Bidang Ketenagakerjaan diharapkan menghilangkan stigma negatif bahwa
              penyandang  disabilitas  tidak  mampu  bekerja  dan  tidak  produktif,  membantu  dunia  usaha
              menemukan  tenaga  kerja  penyandang  disabilitas  yang  sesuai  dengan  kebutuhan,  serta
              memperkuat  ketersediaan  data  dukung  supply  dan  demand  bagi  tenaga  kerja  penyandang
              disabilitas memperoleh pekerjaan yang layak Selaras dengan itu, untuk mengatasi persoalan
              stigmatisasi  dan  diskriminasi  dalam  dunia  kerja,  dibutuhkan  upaya  keras  untuk  mendorong
              pemenuhan kuota kerja bagi disabilitas sebesar 1% di perusahaan swasta sesuai dengan amanat
              Pasal 53 UU No. 8/2016.

              Direktur  Trade  Union  Rights  Center  (TURC),  Andriko  Otang  menekankan  urgensi  sinergi
              multipihak dalam pemenuhan kuota ini sebagai bentuk komitmen para aktor dalam hubungan
              industrial  bersama-sama  mewujudkan  dunia  kerja  yang  layak,  inklusif,  dan  berkeadilan.
              Konkretnya, ia melihat peluang kolaborasi organisasi disabilitas, masyarakat sipil, dan serikat
              pekerja  untuk  mengadvokasi  isu  disabilitas  masuk  dalam  perjanjian  kerja  bersama  yang
              disepakati dengan perusahaan.

                                                           229
   225   226   227   228   229   230   231   232   233   234   235