Page 64 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 23 ApRIL 2019
P. 64
Berbagai hal ini membuat para calon pekerja atau pekerja yang akan kembali bekerja
harus mengeluarkan biaya yang besar sebelum mereka mendapatkan penghasilan.
Selain itu, lanjutnya, yang perlu disoroti adalah mekanisme perekrutan para pekerja
migran, terutama di level masyarakat. Para agen pengirim pekerja migran ilegal
biasanya akan mendatangi desa-desa di Indonesia mengajak para perempuan untuk
bekerja di luar negeri dengan iming-iming gaji besar. Para perekrut ini terkadang
merupakan kenalan, kerabat atau bahkan penduduk di desa itu sendiri.
"Merasa percaya dengan agen ini karena dianggap kerabat sekampung, para
penduduk desa pun akhirnya terpengaruh dan bersedia menjadi pekerja migran untuk
dikirim ke luar negeri. Padahal setelah diselidiki, agen tersebut bekerja untuk lembaga
perekrutan yang tidak resmi. Dan salah satu konsekuensinya, banyak kasus terjadi
seperti pada Adelina Sau tahun lalu," jelasnya.
Untuk meminimalkan aksi-aksi tersebut, peran aparat daerah sangat diperlukan.
Kepala desa dan jajarannya diharapkan bisa melakukan sosialisasi kepada warganya
terkait hal ini. Aparat desa bisa berkoordinasi dengan dinas ketenagakerjaan setempat
atau tingkat kabupaten atau provinsi terkait hal ini.
"Dengan begitu, warga akan punya pengetahuan dan tidak dengan mudah tergiur
cara-cara yang tidak resmi," imbuhnya.
Selain itu, Mercyta meminta konsensus terkait pekerja migran di tingkat Asean yang
sudah ditandatangani Indonesia bisa lebih efektif. Konsensus ini diharapkan bisa
menghasilkan aturan yang lebih jelas dengan sanksi yang mengikat para anggotanya.
"Kesepakatan bilateral atau multilateral terkait tenaga kerja antara Indonesia dengan
negara lain juga layak ditingkatkan implementasinya," tukas Mercyta.
Page 64 of 78.