Page 36 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 MARET 2019
P. 36
Fithra mengatakan Sandiaga juga menang lawan Ma'ruf dalam debat soal kartu
yang digunakan untuk menyalurkan bantuan ke masyarakat. Sandi berencana untuk
menggunakan e-KTP untuk menyalurkan bantuan sosial.
Langkah tersebut ia sebut langkah maju ketimbang penerbitan tiga hingga empat
kartu yang ingin dijalankan Ma'ruf. Sebab, di negara maju, pemberian bantuan
sosial memang dilakukan hanya dengan satu nomor identitas tunggal ( Single
Identification Number ).
[Gambas:Video CNN] "Saya sangat senang Ma'ruf yang selama ini dipersepsikan
kurang tahu masalah ternyata bisa bicara. Tapi saya rasa, Sandiaga lebih unggul.
Secara teknis, solusi yang ia tawarkan di akhir debat memang benar, yakni satu
kartu (bansos) saja untuk semua. Ma'ruf yang seharusnya juga bicara teknis, malah
seperti khutbah Sholat Jumat dengan banyak bacaan ayat suci," imbuh dia.
Peneliti Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad
Heri Firdaus mengatakan masing-masing cawapres sejatinya mengusung solusi yang
baik. Hanya saja, hal itu akan lebih berdampak besar jika kedua solusi itu
"dikawinkan" satu sama lain.
Ia mencontohkan soal usulan link and match , di mana Ma'ruf lebih menekankan
pada revitalisasi SMK dan Balai Latihan Kerja (BLK) sementara Sandiaga lebih
berkutat pada penciptaan satu layanan terpadu ( one stop service ) untuk pencarian
kerja. Sebetulnya, lanjut Ahmad, usulan Ma'ruf membenahi dari sisi hulu, sementara
ide Sandiaga bisa membantu sisi hilir ketenagakerjaan ini.
"BLK dan vokasi ini sarana lama sehingga harus direvitalisasi, tapi bagaimana
caranya agar restorasi ini tidak membebankan APBN. Agar tenaga kerja dari situ
terserap, maka one stop service juga berguna. Ibaratnya, investor bisa mencari
tenaga kerja didikan vokasi lokal ke one stop service ," jelas dia.
Sayangnya, kedua calon wakil presiden tidak membahas isu lain yang tak kalah
strategis seperti perlindungan ketenagakerjaan, khususnya tenaga kerja outsourcing
. Menurutnya, outsourcing merupakan praktik lumrah di negara lain.
Hanya saja, ini menjadi masalah di Indonesia karena banyak perusahaan penyalur
bodong dan minimnya perlindungan hak-hak tenaga kerja.
Tak hanya itu, menurutnya tak ada juga pembahasan lebih rinci mengenai kartu
pra-kerja, yang menjadi jualan dari kubu pasangan 01. Sebab, kartu pra-kerja bisa
menimbulkan risiko moral yang cukup besar.
Sebagai contoh, jika ada masyarakat menganggur, namun ia membuka usaha
sampingan, tentu akan tidak adil jika ia menerima kartu tersebut.
"Justru malah topik yang 'menjual' tidak dijabarkan secara detail di dalam debat
tersebut," papar dia. (agt).
Page 35 of 117.