Page 161 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 NOVEMBER 2021
P. 161

REKOMENDASI DISERAHKAN, UMK 2022 KOTA YOGYA MENANTI KEPUTUSAN
              GUBERNUR
              Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2022 di Kota Yogyakarta masih menunggu keputusan
              dari Gurbernur Sri Sultan Hamengku Buwono X.

              Rekomendasi, sudah diserahkan oleh Pemkot Yogyakarta.

              Wakil  Wali  Kota  Yogyakarta,  Heroe  Poerwadi  mengatakan,  pihaknya  bersama  dewan
              pengupahan telah menyerahkan usulan-usulan soal UMK 2022 pada orang nomor satu di DI
              Yogyakarta tersebut.

              Sehingga, tambahnya, sekarang ini keputusan mutlak ada di tangan Gubernur.

              "Jadi masih tertutup, kami belum bisa menyampaikannya. Tapi, kami sudah sampaikan kepada
              Pak Gubernur, tinggal menanti saja," katanya, Kamis (18/11/2021).

              Sejatinya, UMP, maupun UMK Kabupaten dan Kota seluruh DIY untuk tahun 2022 diyakini siap
              diumumkan pada Kamis (18/11/21).

              Tetapi, meski bupati dan wali kota sudah dikumpulkan di Kepatihan, penetapan ternyata urung
              terealisasi, dan ditunda setidaknya sehari.

              "Hari ini belum ditetapkan, tadi baru rapat laporan-laporan, menerima masukan. Mungkin, besok
              baru diumumkan langsung oleh Pak Gubernur," cetus Heroe.

              Sebelumnya,  Wali  Kota  Yogyakarta,  Haryadi  Suyuti,  telah  memastikan,  terdapat  kenaikan  di
              dalam usulan UMK 2022, dibanding tahun sebelumnya.

              Hal  itu  sesuai  hasil  simulasi  Kementerian  Ketenagakerjaan  (Kemnaker),  yang  sudah
              mengumumkan peningkatan 1,09 persen.
              "Iya dong, ada kenaikan pasti. Saya nggak mau mendahului Gubernur, karena masih dibahas.
              Yang jelas, ada kenaikan dari yang lalu, kan ada acuannya," ujarnya.

              Wali  Kota  menjelaskan,  pembahasan  UMK  2022  bersama  asosiasi  pengusaha,  dan  serikat
              pekerja, berjalan lancar.

              Ia  menilai,  kedua  beleh  pihak  dapat  memahami  bahwa  UMK  yang  akan  ditetapkan  harus
              mengakomodir kondusifitas iklim investasi di wilayah Kota Yogyakarta.

              "Ya, kalau terlampau tinggi nanti investor nggak ada yang masuk. Tapi, kalau terlalu rendah juga
              bahaya,  siapa  yang  mau  kerja  di  sini  nanti.  Tidak  ada  tenaga  kerja  yang  mau  kalau  upah
              minimum rendah," tandasnya.
              "Karena pendekatan kita, antara pengusaha, serta pekerja, jadi ada harmonisasi, dalam rangka
              menciptakan iklim kondusif bagi investasi, juga perkembangan, maupun pembangunan kota,"
              lanjut Haryadi. ( Tribunjogja.com ).












                                                           160
   156   157   158   159   160   161   162   163   164   165   166