Page 96 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 24 APRIL 2019
P. 96
Selama beroperasi, Jaba Garmindo bekerjasama dengan beberapa lini fesyen seperti
S.Oliver, Jack Wolfskin, Roxy, Trutex, H&M, dan Uniqlo. Tak lama setelah berbagai
tuntutan diajukan, perusahaan menyatakan bangkrut. Hal tersebut membuat pihak
perusahaan berutang kepada 4000 pekerja. Total uang yang mesti diberikan kepada
seluruh pekerja mencapai Rp141 miliar.
Kementerian Ketenagakerjaan memutuskan pemilik Jaba Garmindo wajib
membayarkan upah kepada seluruh pekerja. Tapi langkah tersebut mustahil dilakukan
karena aset yang tersisa telah diserahkan pada pihak kreditur--dalam hal ini sejumlah
bank yang memberi pinjaman dana ke pemilik perusahaan.
Hal ini membuat gaji pekerja jadi terkatung-katung. Workers Rights Consortium
(WRC) menyarankan agar sejumlah mitra kerja Jaba Garmindo turut membantu
membayarkan upah pada para pekerja meski bukan mereka yang menyebabkan
kebangkrutan.
WRC menganggap sejumlah perusahaan tersebut (termasuk Uniqlo) punya kewajiban
untuk membantu karena mereka bagian dari Fair Labor Organization yang
mengutamakan prinsip keadilan dalam memberi upah terhadap pekerja--termasuk
dari sisi perusahaan penyuplai.
Dalam kasus ini, WRC menilai Uniqlo lalai melakukan proses pencegahan agar kasus
ketidakadilan upah pekerja tidak terjadi. Uniqlo juga dianggap tidak mematuhi prinsip
keberlanjutan yang telah mereka tetapkan dalam perusahaan. undefined Ketimbang
menginvestigasi atau membantu perusahaan garmen keluar dari masalah, Uniqlo
memutuskan untuk mengakhiri kerjasama dengan Jaba Garmindo pada 2014.
Alasannya, perusahaan tidak menghasilkan produk yang berkualitas. Akibatnya,
kondisi keuangan Jaba Garmindo kian memburuk.
Akhir November 2018, Fast Retailing--perusahaan induk Uniqlo--menyatakan telah
bertemu perwakilan eks pekerja Jaba Garmindo dan membuat beberapa kesepakatan.
Tapi, pihak perusahaan memilih merahasiakan kesepakatan tersebut. Pertemuan
diadakan beberapa lama setelah dua orang eks-pekerja Jaba Garmindo yakni Warni
Napitupulu dan Tedy Senadi Putra berdemo di salah satu gerai Uniqlo di Tokyo,
Jepang guna menuntut pembayaran upah.
Pertemuan ini juga dampak dari kampanye PayUp Uniqlo yang diinisiasi Clean Clothes
Campaign , LSM internasional yang membantu proses advokasi pekerja di sektor
garmen. Gerakan tersebut bertujuan menghimbau berbagai perusahaan agar
menunda kerjasama dengan Uniqlo sampai perusahaan tersebut menyelesaikan
urusan pembayaran gaji pegawai eks-penyuplai perusahaan. Pihak Clean Clothes
merencanakan kampanye dengan melakukan aksi demonstrasi di sejumlah negara
yaitu Inggris, Denmark, Jerman, Belanda, Swedia, Spanyol, Hong Kong, Indonesia,
dan Jepang.
Potret pekerja yang tersebar beberapa minggu lalu ialah bagian dari PayUp Campaign
ini. (tirto.id - Gaya Hidup ) Penulis: Joan Aurelia Editor: Windu Jusuf.
Page 95 of 96.