Page 84 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 AGUSTUS 2021
P. 84
KELUH KESAH WARGA YOGYAKARTA AKIBAT PERPANJANGAN PPKM
Aksi unjuk rasa menolak perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)
level 4 yang kini diterapkan di seluruh wilayah DIY, diikuti oleh ratusan peserta aksi. Dari para
peserta yang hadir, sebagian dari mereka bersedia membagikan keluh kesahnya atas kondisi
saat ini.
Salah satu peserta aksi, Bambang Sulistyo yang merupakan pengemudi ojek online (ojol)
menyatakan kebijakan PPKM telah mencekik peghidupan rakyat kecil. Penghasilannya menurun
drastis dan ketahanan keluarganya tertekan hebat akibat sepinya orderan yang diterima warga
Sinduadi Kapanewon Mlati, Sleman tersebut.
“Penurunnya drastis, hampir 75 persen. Bapak-bapak mungkin tahu, penghasilan utama kami
dari mana. Bukan dari warga di sini, tapi dari mahasiswa yang menggunakan jasa kami. Karena
mereka yang paling banyak menggunakan ojek online,” tuturnya, Rabu (18/8/2021) siang.
Bambang menyebutkan, ketika di masa normal, dirinya dapat mengantungi Rp 150.000 – Rp
200.000 per harinya. Namun, di masa PPKM saat ini, dirinya hanya dapat membawa pulang Rp
40.000 – Rp 50.000.
“Normal biasanya satu hari Rp 150.000, turun lagi ke Rp 100.000, turun lagi ke Rp 50.000,
karena nggak ada yang order, Pak, sepi banget saat ini,” ungkapnya.
Kesulitan yang diderita Bambang semakin bertambah seiring kebutuhan keluarga yang harus
ditanggungnya. Pria berusia 43 tahun itu memiliki empat orang anak yang harus ia nafkahi.
“24 jam saya narik dapat lima trip. Kalau lima trip kali delapan (Rp 8.000) hanya dapat Rp 40.000.
Bapak bisa merasakan sendiri, Rp 40.000 itu dapat apa,” keluhnya.
Jual gerobak angkringan
Samalo, pedagang angkringan yang turut berunjuk rasa juga meminta agar pariwisata kembali
dibuka seluas-luasnya dan kegiatan pembelajaran tatap muka dimulai lagi. Warga Condongcatur,
Depok, Sleman ini mengeluhkan sepinya pembeli yang berbelanja di warung angkringan
miliknya.
“Dulu, sehari saya bisa dapat Rp 300.000 – Rp 350.000 bersih satu hari. Sekarang, saya cuma
bisa dapat Rp 30.000 – Rp 40.000,” katanya.
Padahal, Samalo hanya berjualan di malam hari saja karena dirinya menjadi buruh di sebuah
pabrik garmen yang terletak di Jalan Imogiri Barat. Namun, akibat kebijakan PPKM, Samalo
mengaku telah menjual gerobak angkringan miliknya karena penurunan drastis omzet akibat
pembatasan waktu operasional.
“Banyak makanan yang basi dan terbuang, karena tidak laku. Mau bagaimana lagi, sekarang
kalau berjualan dibatasi waktunya,” tandasnya.
Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) DIY yang berdemonstrasi pada Rabu siang
di Titik Nol Kilometer juga memberikan bantuan paket sembako kepada kaum miskin perkotaan
ketika melakukan aksi unjuk rasa. (ros)
83