Page 100 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 26 AGUSTUS 2021
P. 100
"Ada hal-hal di luar kendali kita, misalkan kendala toko tutup, atau barang kegedean jadi
membahayakan untuk bawanya. Tapi kalau nggak dilakukan kami di-suspend. Belum lagi kalau
COD, kurir jadi sasaran kalau barang nggak sesuai, padahal kita cuma antar. Pandemi begini
juga kita di lapangan berisiko tinggi keselamatan kita. Untuk hal-hal seperti ini kita seperti
karyawan, bukan mitra. Tapi apakah mereka memikirkan nasib mitranya?" curhatnya.
Dikatakan perwakilan Serikat Kerja 4.0 dari Emancipate Indonesia, Margianta Surahman, salah
satu penyebab tidak layaknya kesejahteraan yang dialami para pekerja kurir adalah pola
kemitraan antara perusahaan pemilik aplikasi dengan kurir yang dieksploitasi.
"Ada kekosongan hukum dengan pola kemitraan ini. Yang disebut setara dan sebagainya, tetapi
pada kenyataannya tidak ideal sama sekali. Kami berupaya agar kemitraan semacam ini ada
aturan yang jelas sehingga kami terus mengontak Kemenaker," ujarnya dalam live IG "Diskusi
Nasib Kurir E-commerce: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga" di akun @changeorg_id.
Pengamat hukum bidang ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada Nabiyla Risfa
menyebutkan, tidak ada payung hukum yang mengatur hak-hak pekerja seperti kurir, dan
masalah semacam ini sudah berlangsung lama dan dibiarkan berlarut-larut.
"Memang payung hukumnya gak ada. Satu-satunya yang sering disebutkan itu UU UMKM, tapi
hubungan kemitraan tidak diatur dalam UU UMKM sehingga memang gak match. Dan seiring
berjalan waktu, pola kemitraan ini jadi melebar ke mana-mana. Jadi ketika ada legal gap yang
gak ada aturannya, celah ini akan dieksploitasi oleh orang-orang yang punya kepentingan,"
ujarnya.
Namun Nabiyla mengingatkan, menjadikan kurir sebagai karyawan perusahaan pemilik aplikasi
hanya salah satu solusi. Dia menyarankan, bisa juga dibuat solusi berbeda dengan mengubah
aturan hubungan kerja kemitraan.
"Jadi bukan mitranya yang dimasukkan ke dalam hubungan kerja, tapi hubungan kerjanya yang
diregulasi. Hubungan seperti apa yang boleh dikategorikan sebagai kemitraan. Harus ada niat
bagaimana mengatur ini," jelasnya.
"Kalau ngomongin idealnya, setidaknya: 1. Upah minimum yang layak, 2. Jam kerja yang sesuai
dengan beban kerja ini sangat penting karena terkait kesehatan kerja, 3. Perlindungan kesehatan
dan keselamatan kerja, dan itu berkaitan dengan jaminan sosial," tutupnya.
(rns/fay).
99

