Page 145 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2021
P. 145
"Kami merevisi Permenaker nomor 19 tersebut, kita kembalikan kepada filosofi JHT yaitu benar-
benar sebagai tabungan di masa tua sebagai amanat yang tertera dalam Undang-Undang nomor
40 tahun 2004 dan juga Peraturan Pemerintah (PP) nomor 46 tahun 2015," kata Indah dalam
keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu (6/10/2021).
Direktur Pelayanan BPJAMSOSTEK Roswita Nilakurnia memaparkan data klaim JHT dalam kurun
waktu Desember 2020 hingga Agustus 2021. Dirinya membenarkan bahwa selama masa
pandemi terjadi kenaikan jumlah klaim jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Hingga Agustus 2021, tercatat 1,49 juta kasus JHT dengan penyebab klaim didominasi oleh
pengundurkan diri dan PHK. Selain itu mayoritas nominal saldo JHT yang diklaim adalah dibawah
Rp10 juta dan range umur peserta paling banyak di bawah 30 tahun di mana merupakan usia
produktif bekerja.
Sementara itu Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) Hermanto
Achmad, menyoroti isu yang sama. Di mana saat ini pencairan JHT sangat mudah dan banyak
diantara pekerja yang menggunakan modus seolah-olah PHK untuk dapat melakukan klaim.
"Sehingga hal ini cenderung tidak sesuai dengan filosofi jaminan sosial yang sejak awal menjadi
harapan bagi seluruh pekerja Indonesia untuk memiliki hari tua yang terjamin," katanya.
Dalam kesempatan yang sama Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI),
Elly Rosita Silaban menambahkan agar mekanisme pencairan JHT dikembalikan ke konsep UU
nomor 24 tahun 2011 seperti praktek yang berlaku internasional berupa old saving.
"Dana yang disimpan di BPJS Ketenagakerjaan itu sebenarnya adalah dana ketahanan untuk
pembangunan ekonomi. Ketika Jaminan Hari Tua diubah maknanya menjadi jaminan hari terjepit
karena bisa diambil setelah dipecat, memang menjadi hilang filosofinya. Apakah dikembalikan
(aturannya) ke undang-undang sebelumnya, itu mungkin juga masih perlu diskusi untuk lebih
lanjut," tutur Elly.
Elly juga menitikberatkan pada manfaat program Jaminan Pensiun (JP) yang masih sangat kecil
yaitu Rp300 ribu hingga Rp3,6 juta per bulan. Dia menyayangkan sejak program tersebut
dijalankan sejak tahun 2015 hingga saat ini, belum dilakukan peninjauan kembali terkait besaran
iurannya. Elly berharap peninjauan dapat dilakukan setiap 3 tahun sekali sesuai ketentuan agar
manfaat yang diterima peserta maksimal.
144