Page 71 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 JULI 2019
P. 71
"Agar inisiatif yang kami lakukan mampu menjangkau potensi setempat,
membekalinya dengan pendidikan serta ketrampilan yang selaras dengan
karakteristik dan kebutuhan industri terkait. Pemerintah telah memfasilitasi dalam
bentuk kebijakan hingga insentif, dunia usaha juga telah melakukannya, dan kini,
kami mencoba belajar dari praktik terbaik di negara lain. Melalui vokasi, dunia usaha
dapat membuat lembaga pendidikan yang sesuai kebutuhan kami," paparnya.
Sulistiyanto melanjutkan, ada dua dukungan Sinar Mas dalam pengembangan
pendidikan tinggi vokasi di Indonesia. Yakni pertama pada 16 Mei lalu Politeknik
Sinar Mas Berau bekerja sama dengan Swiss International Technical Connection
(Siteco) yang memungkinkan kerja sama di bidang Lecturer Upgrading (Retooling,
Doctor Program and Vocational Instructor Certification Program, Laboratorium
Upgrading), berikut Lecturer and Student Exchange and Academic Management
System Upgrading.
Dia menuturkan, hingga saat ini, Institut Teknologi dan Sains Bandung masih
bersama Siteco bermitra dalam bidang Lecturer Upgrading untuk program retooling,
doctor program and vocational instructor certification program laboratorium
upgrading, lecturer and student exchange and academic management system
upgrading, development of sustainable production, and dual degree program
development. ''Para mitra tersebut tengah melakukan kajian dan penilaian di
program studi Teknologi Pengolahan Sawit, Fakultas Vokasi ITSB dan seluruh
program studi yang dinaungi Poltek Simas Berau Coal,'' ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia
(KADIN) Rosan Perkasa Roeslani mengungkapkan di Indonesia, mayoritas tenaga
kerjanya masih membutuhkan pelatihan, pendidikan vokasi, dan sertifikasi profesi.
"Kalau kita lihat struktur dari sumber daya manusia kita dari para tenaga kerja kita,
ternyata cukup mengkhawatirkan. Total tenaga kerja kita dari data Kementerian
Tenaga Kerja, ada 130 juta orang, dan 40 persen latar belakang pendidikannya
sekolah dasar, 18 persen lulusan sekolah menengah pertama atau SMP. Hanya 12
sampai 13 persen yang mempunyai latar belakang diploma atau universitas. Kalau
dilihat struktur tenaga kerja kita seperti ini, bagaimana kita punya tenaga kerja yang
produktif, yang beradaptasi secara cepat dan bisa mendorong kemampuan
berkompetisi kita?" ungkap Rosan.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Swiss merangkap Liechtenstein, Muliaman
Darmansyah Hadad yang menjadi inisiator sekaligus pihak yang mengajak
perwakilan dari Swiss untuk mengisi diskusi pada acara ini, mengatakan masalah
pendidikan vokasi yang kurang diminati industri dan masyarakat, tidak hanya
dihadapi di Indonesia, tetapi juga negara lainnya.
"Bukan cuma di negara kita, setelah saya cek perkembangan di beberapa negara,
pendidikan vokasi ini hanya menjadi second option. Mindset ini harus kita ubah.
Saya kira industri juga kadang-kadang enggan untuk mempekerjakan lulusan-
lulusannya (pendidikan vokasi), tidak tahu saya, tapi dugaan saya ini terkait link and
Page 70 of 74.