Page 42 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 1 SEPTEMBER 2021
P. 42
Pekerja yang bekerja di sektor industri unggulan tetap berharap ada UM sektoral sebagai wujud
imbalan yang adil atas keuntungan dan tingkat pertumbuhan yang diperoleh perusahaan.
Pertumbuhan dan keuntungan tersebut tentunya tidak lepas dari dukungan produktivitas pekerja
ke perusahaan.
Rumus kenaikan UMP menggunakan beberapa variabel, seperti batas atas UMP yang dihitung
berdasarkan ra-ta-rata konsumsi per kapita dan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga.
Bila nilai UMP tahun berjalan lebih tinggi dari batas atas tersebut, gubernur diwajibkan
menetapkan UMP tahun berikutnya sama dengan UMP tahun beijalan.
Demikian juga bagi kabupaten/kota yang sudah memiliki UMK, proses kenaikan UMK sama
dengan ketentuan kenaikan UMP.
Bila UMK lebih tinggi dari batas atas UMK, wali kota/bupati harus merekomendasikan kepada
gubernur nilai UMK tahun berikutnya sama dengan UMK tahun berjalan
Dengan rumus UMP dan UMK tersebut, nilai UMP/ UMK berpotensi tidak naik dalam beberapa
tahun ke depan, khususnya di beberapa daerah industri, karena UMP/UMK yang ada saat ini
lebih besar dari batas atas UMP/UMK. Dampaknya, nilai upah pekerja akan tergerus inflasi dan
ini akan menurunkan daya beli pekerja, sehingga akan memengaruhi tingkat kesejahteraan
mereka.
Peran pemda
Isu UM tidak menjadi masalah bila seluruh pemberi kerja mematuhi isi Pasal 92 UU Cipta Kerja,
yaitu wajib menyusun struktur skala upah (SSU). Pasal 88E ayat (1) UU Cipta Kerja
mengamanatkan, UM hanya untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari setahun.
Namun, dalam implementasinya, UM diberikan kepada pekerja yang sudah bekerja lebih dari
setahun. Sejak diwajibkan di PP Nomor 78 Tahun 2015, masih banyak pemberi kerja tidak patuh
menyusun SSU sehingga UM terus menjadi isu konflik tahunan.
Pasal 12 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan urusan
ketenagakerjaan adalah urusan pemerintahan kongruen, yang menjadi kewenangan daerah.
Dengan kewenangan tersebut, pemda dan DPRD dapat membuat peraturan daerah terkait
ketenagakerjaan, yang di dalamnya mengatur tentang SSU.
SP/SB dapat mendorong agar SSU diatur dengan lebih rinci dan tegas, seperti SSU wajib memuat
nilai upah terendah di atas UM yang berlaku bagi pekerja yang sudah bekerja lebih dari setahun,
dan SSU wajib diinformasikan kepada pekerja secara terbuka.
Demikian juga untuk menindaklanjuti Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, perda ketenagakerjaan
dapat mengatur nilai upah terendah di SSU perusahaan di sektor unggulan yaitu menetapkan,
misalnya, 5% di atas UMP/ UMK.
Ketentuan tentang SSU harus diikuti oleh sanksi tegas di perda sehingga pelanggaran SSU
selama ini dapat diminimalkan, dan ada kepastian upah pekerja yang telah bekerja lebih setahun
nilainya di atas UM.
Selain itu, SP/SB dapat mendorong peran APBD untuk mendukung daya beli pekerja dan
keluarganya dari sisi pengeluaran, dengan menyubsidi kebutuhan pokok untuk pekerja dengan
upah sebatas UMP/UMK hingga 10% di atas UMP/UMK.
41