Page 28 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 27 JUNI 2019
P. 28
"Saudari Mn dipukuli, dia tidak bisa bernafas lancar, mengalami memar selama satu
mingguan lebih," kata anggota Serikat Buruh Migran Indonesia Salsa di Kantor
Komnas Perempuan, Jakarta, Rabu (26/6).
Ia mengatakan ketika Mn ingin pulang kembali ke Indonesia, dia diminta untuk
mengembalikan uang sebesar Rp100 juta padahal perempuan tidak pernah
menerima uang dari pengantin pria asal China itu.
"Setiap hari bangun jam 5 pagi untuk pekerjaan rumah dan buat kerajinan dari pagi
sampai jam 9 malam, kalau tidak menyelesaikan tugas mendapat pukulan dari
mertuanya," ujarnya.
Pada awal tiba di China, Mn mendapat penyambutan yang baik, diperlakukan
dengan baik, dibelikan baju dua helai, namun setelah itu pengantin pria langsung
berubah total dan sering menggunakan kekerasan kepada Mn. Bahkan untuk
makan, Mn pernah hanya diberikan nasi dicampur air. Mn juga mendapat pelecehan
seksual dari mertuanya. Pernikahan fiktif itu juga disertai dengan eksploitasi untuk
bekerja menghasilkan uang kepada keluarga suami.
Diberitakan sebanyak 13 perempuan asal Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat
dan 16 perempuan asal Jawa Barat menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan
Orang (TPPO) dengan modus perkawinan (pengantin pesanan).
Komisioner Komisi Nasional Perempuan Thaufiek Zulbahary mengatakan
dibandingkan modus lain, modus perkawinan atau pengantin pesanan cenderung
luput dari perhatian.
"Jika ada pengaduan masuk ke Komnas Perempuan maka kami akan
menganalisanya di mana hambatannya dan pihak mana yang perlu didesak agar
kasus ini segera ditangani, dan penegakan hukumnya dilakukan, termasuk hak
korban dipenuhi," ujarnya.
Dia mengatakan TPPO ini sudah dalam keadaan darurat karena korbannya semakin
banyak, target semakin luas, modus semakin beragam.
Untuk itu, dia mengatakan perlu kerja sama lintas sektor bahkan lintas negara untuk
memberantas perdagangan orang dengan modus apapun serta membantu
pemenuhan hak-hak korban.
Page 27 of 104.