Page 57 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 AGUSTUS 2021
P. 57
KUR DIANGGAP KONTRADIKTIF
Strategi pemerintah memberikan jalan kepada perbankan untuk menyalurkan pinjaman dalam
bentuk kredit usaha rakyat atau KUR dan kredit tanpa agunan untuk biaya penempatan kepada
pekerja migran Indonesia dinilai kontradiktif dengan kebijakan zero cost.
Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, program pembebasan biaya penempatan
bagi pekerja migran Indonesia PMI melalui Peraturan Badan Perlindungan Pekerja Migran
Indonesia (BP2MI) No. 9/2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan PMI sebetulnya tidak
diperlukan jika masih ada KUR.
"Kalau kebijakannya zero cost, sesuai dengan Pasal 30, artinya tidak perlu ada pinjaman. Lalu,
mengapa ada KUR? Meskipun tujuannya membebaskan PMI dari utang rentenir, utang bank juga
beban," ujar Anis kepada Bisnis, Minggu (15/8).
Selain itu, sambungnya, kebijakan zero cost belum diterapkan di lapangan. Menurut Anis, PMI
masih perlu mengeluarkan uang. Dengan kata lain, mekanisme masih sama dengan undang-
undang yang lama.
Kebijakan zero cost dikatakan akan benar-benar maksimal ketika pemerintah menjalankan fungsi
balai latihan kerja (BLK) secara benar. Sebab, beban paling berat dalam penempatan adalah
biaya pelatihan dan biaya hidup selama mengikuti pelatihan.
Selain itu, Anis menilai harus ada siner-gitas antarlembaga pemerintah sehingga bisa dipastikan
implementasi satu kebijakan tidak menabrak kebijakan lainnya.
"Ini bukan kebijakan baru. Pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah
berkali-kali membuat kebijakan KUR dan selalu menjadi beban bagi PMI," tuturnya.
Dengan demikian, imbuhnya, manfaat pembebasan biaya pinjaman melalui KUR dan kredit tanpa
agunan terhadap PMI layak untuk dikaji kembali. Sebab, tidak ada jaminan bahwa para PMI
sebagai warga negara asing (WNA) bisa dengan mudah mengganti uang yang dipinjamkan.
Sementara itu Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) menilai program pinjaman KUR dan
kredit tanpa agunan kepada PMI tidak tepat.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) OPSI Timboel Siregar menjelaskan program pinjaman tersebut tidak
hanya disfungsional, melainkan juga menyasar target pasar yang salah.
"Seharusnya, KUR disalurkan mengikuti kemampuan yang dimiliki PMI. Dengan mengetahui
kemampuan, maka pinjaman bisa dimanfaatkan oleh pekerja untuk kebutuhan produktif yang
mempunyai nilai tambah," kata Timboel.
Dengan pengalokasian yang tepat dan efektif, maka kedua strategi pemerintah, yakni pinjaman
KUR dan ketentuan zero cost bisa berjalan beriringan.
Timboel mengatakan pemerintah harus menjamin penerapan zero cost untuk biaya penempatan
PMI, termasuk jaminan bahwa ongkos pekerja benar-benar ditanggung oleh perusahaan hingga
ke level gmss root.
Dengan kata lain, sambungnya, pemerintah harus bertanggung jawab mulai dari proses
perekrutan, pelatihan, pengiriman, sampai dengan pemulangan kembali PMI.
Tferkait dengan hal itu, pemerintah dinilai bisa menggenjot keterlibatan swasta untuk ikut serta
mendukung pembenahan ekosistem PMI, baik dari sisi pengawasan maupun penyesuaian
kemampuan pekerja migran.
56