Page 21 - BAHAN AJAR EKONOMI KREATIF
P. 21

TOKOH EKONOMI KREATIF


                     Hj. Wirda Hanim : BATIK TANAH LIEK PRODUK NAGARI TANAH DATAR


                                                           Pada  tahun  1993,  ketika  Hj.  Wirda  Hanim  mulai
                                                           menghadiri acara adat di desanya,  Kecamatan Kenagaria
                                                           Sumanik,  Kabupaten  Tanah  Datar,  Provinsi  Sumatera
                                                           Barat,  ia  memutuskan  memperbanyak  Batik  Tanah  Liek
                                                           karena  testil yang digunakan Datuak dan Bundo Kanduang
                                                           di sini terlihat kusam. dan robek di sana oleh cuaca. Selain
                                                           itu,   karena   usia   kainnya,   berhati-hatilah   saat
                                                           menggunakannya.  Ia  mengetahui  saat  mencari  informasi
                                                           bahwa batik Tanah Liek berhenti dibuat setelah 70 tahun..

                                                           Secara  tegas  Ibu  Hj.  Wirda  Hanim,  dimaksudkan  untuk
                                                           pembaharuan  kain.  Meskipun  dia  tidak  memiliki
                                                           pengetahuan  tentang  batik.  Saat  itu  ia  bertemu  dengan
                                                           seorang guru batik di Institut Seni Rupa (SMSR) di Kota
                                                           Padang, sekarang Politeknik (SMK), yang secara pribadi
               mengunjungi sekolah dan rumahnya, berharap kerjasama. Namun, guru hanya memberi tahu murid-muridnya.
               Meskipun demikian, Ibu Hj. Wirda Hanim tetap membayar, sejak pembelian kain batik dan obat-obatan, namun
               hasil yang diperoleh siswa tersebut tidak memuaskan. Akhirnya Ibu Hj Wirda Hanim mengakhiri kerjasama
               tersebut..

                                                                      Ibunda Hj Wirda Hanim tidak putus asa. Dia
                                                                     mencoba membuat ulang motif kain lama di
                                                                     atas kertas. Tak hanya itu, ia juga menggarap
                                                                     tema  Rumah  Gadang.  Hal  itu  ia  lakukan
                                                                     selama  kurang  lebih  6  bulan.  “Menunggu
                                                                     solusi,  saya  mencari  dan  meniru  motif  dari
                                                                     kain ikat lama Tanah Liek di desa saya, motif
                                                                     lama itu adalah kuda dan burung kolibri, saya
                                                                     juga mengambil motif Minang dari ukiran dan
                                                                     baju  dan  membuat  motif  baru  dari  motif
                                                                     tersebut, yaitu sebagian kombinasi dari motif-
                                                                     motif itu," katanya.

                                                                     Pada  saat  ini,  Dewan  Kerajinan  Nasional
                                                                     Provinsi Sumbar menyelenggarakan satu ton
                                                                     pelatihan membatik dengan peserta 20 orang,
                                                                     10 orang dari Kabupaten Solok dan 10 orang
                                                                     dari Kabupaten Pesisir Selatan. Kota Padang
                                                                     tidak  termasuk  karena  sebagian  besar  orang
               Padang memiliki usaha bordir termasuk mereka sendiri yang memiliki toko bordir “Monalisa”. Meski tidak ada
               peserta, Ibu Hj. Wirda Hanim ingin berpartisipasi. Akhirnya dia mendapatkan uangnya. Namun, pendidikan yang
               diperoleh  masih  belum  memuaskan.  Setelah  meminta  izin  suaminya  Ruslan  Majid  pada  1995,  ia  pergi  ke
               Yogyakarta dan meminjam 20 juta rupiah sebagai modal belajar membatik di sana. Hanya 2 hari kemudian dia
               kembali ke Padang. Tidak hanya merasa tidak enak, dia juga tidak bisa meninggalkan bengkel bordirnya, karena
               ada  20  pekerja  yang  tinggal  di  rumahnya.  Ibu  Hj,  Wirda  Hanim,  meminta  Dewan  Batik  Yogyakarta  untuk
               mengirim guru tenun ke Padang, yang dia daftarkan untuk 3 bulan

               Namun sebelum itu, Ibu Hj. Wirda Hanim menitipkan sampel Batik Tanah Liek dengan harapan dapat dibuatkan
               motif dan warna setelah pengambilan sampel. Setelah sampai di Padang, para guru dan pemuda yang didatangkan
               dari Yogyakarta masih belum mampu membuat batik Tanah Liek sesuai contoh yang diberikan. Bahkan setelah
               dua bulan bekerja bersamanya di Padang, belum ada kain yang bisa menandingi warna Batik Tanah Liek. Ini tidak
               menyurutkan tekadnya, berkat pengeluarannya yang terus-menerus dalam jumlah besar untuk kain sutra, ramuan,
               dan penjilidan. Tepat satu minggu sebelum berakhirnya kontrak magang di Yogyakarta, Ibu Hj. Wirda Hanim
   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26