Page 3 - ASI EKSLUSIF
P. 3
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan (1) Latar Belakang, (2) Rumusan Masalah, (3)
Tujuan pembelajaran.
1.1. Latar Belakang
Konvensi hak- hak anak tahun 1990 menegaskan bahwa tumbuh kembang
anak merupakan hak setiap anak. UNICEF menyatakan bahwa sebanyak 30.000
kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian balita di dunia dapat dicegah
dengan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif selama enam bulan sejak lahir tanpa
memberikan makanan pendamping (Sriningsih, 2011). Dalam rangka penurunan
angka kematian bayi dan kekurangan gizi, maka WHO pada tahun 2001
merekomendasikan agar bayi baru lahir mendapat ASI eksklusif selama enam bulan
karena ASI merupakan makanan yang paling baik untuk bayi (Kervin, Kemp, &
Pulver, 2010).
Pemerintah Indonesia mempunyai targed pemberian asi ekslusif sebesar
80% dengan tujuan untuk mengurangi angka kematian bayi dan kurang gizi. Namun
target ini terlalu tinggi karena tren ASI eksklusif menurun. Data survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia tahun 1997-2007 menunjukkan penurunan prevalensi ASI
eksklusif, dari 40,2% tahun 1997 menjadi 39,5% tahun 2003 dan 32% pada tahun
2007 (Fikawati & Syafiq, 2010).
ASI eksklusif selama 6 bulan merupakan makanan terbaik bagi bayi, akan
tetapi dalam pelaksanaannya banyak kendala yang muncul antara lain ibu kurang
memahami tata laksana laktasi yang benar, produksi ASI kurang, bayi terlanjur
mendapatkan prelacteal feeding (air gula atau formula) pada hari pertama
kelahiran, kelainan puting ibu, kesulitan bayi dalam menghisap, ibu hamil lagi saat
masih menyusui, ibu bekerja sehingga harus meninggalkan bayinya di rumah,
keinginan untuk disebut modern, dan pengaruh iklan susu formula yang kian gencar
(Partiwi, 2009). Kendala diatas,yang paling sering membuat seorang ibu berpindah
ke susu formula adalah alasan pekerjaan. Ibu yang bekerja di sektor publik harus
meninggalkan bayinya dalam kurun waktu tertentu, sehingga tidak memungkinkan
terjadinya kontak antara ibu dan bayi selama bekerja. Sebenarnya, alasan ini
1

