Page 31 - C:\BELAJAR MANDIRI\
P. 31
NAMAKU EDELWEISS
Namaku Edelweiss alias Anaphalis javanica. Biasanya aku tumbuh di dataran tinggi atau puncak-puncak
gunung. Oleh kalangan Botani, aku sering disebut tanaman sejenis perdu, dan termasuk anggota family Compositae
atau disebut juga Asteraceae (sambung-sambungan). Bungaku kecil sebesar bunga rumput. Orang lebih
mengenalku dengan warna putih daripada warna lainnya. Hidupku bergerombolan di ujung dahan dengan harum
yang khas. Tinggi batangku dapat mencapai lima meter dengan daun-daun runcing dan lurus. Bungaku istimewa,
tak pernah layu, mekarku abadi sehingga dijuluki ”bunga abadi”. Sungguh julukan inilah yang menjadi ’beban’
bagiku karena banyak orang menyalahgunakan ’arti’ keabadianku selama ini! Keabadianku mereka samakan
dengan ’cinta abadi’, cinta sepasang manusia yang tidak memiliki ikatan resmi. Ah ... apalah arti protesku? Toh,
siapa yang perduli dengan rintihanku.
Aku berada di kamar Rieska. Tersusun rapi di atas lemari belajarnya. Di sampingku ada bunga mawar dan
anggrek.
Tempatnya sengaja disimpan Rieska. Yap! Untuk mengenang siapa yang memberikannya! Aku memang lebih
beruntung dari bunga mawar yang menjadi pendatang baru di kamar ini. Wajahnya pucat karena air di dalam
vasnya tak pernah diganti Rieska. Sama halnya dengan nasib suplir yang telah mengering menjadi pembatas buku,
lengkap dengan spora yang masih menempel di tubuhnya, dan anggrek yang merana karena sebagian kelopak
bunganya telah mengering. Ya ... di antara bunga-bunga milik Rieska, ternyata aku memang diperlakukan ’istimewa’
oleh majikanku, Rieska! Aku ditaruh di dalam kotak berwarna biru muda, berlapiskan plastik transparan. Aku sangat
senang dengan perlakuan baik Rieska. Tapi, aku sangat resah dengan label hitam yang bertulisakan ”Cinta Abadi”
yang melekat manis di atas plastik kotak ini. ”Kamu beruntung, ya, Weis tempatmu terempuk!” komentar mawar
suatu hari saat Rieska berangkat kuliah ”Iya ... Weis, kamu tidak perlu ganti-ganti air seperti aku!” ujar anggrek. ”Ah,
kalian bisa saja,” ujarku pelan. ”Tapi, benar kan memang kamu anak emas! Apa karena kamu pemberian Ari pacar
Rieska anak gunung itu?! Kali ini suara suplir dari balik buku angkat bicara. Ya, benar aku memang anak emas
Reiska. Ia mangambilku ketika dia mendaki gunung Ceremai, Jawa Barat. Aku diberikan kepada Reiska tepat pada
ulang tahun ke-22, enam bulan lalu.” ”Ah ... itu kan pikiran kalian saja kalau aku bahagia ada di sini, sebenarnya aku
nggak terlalu bahagia kok tinggal di sini!” ujarku. ”Kok bisa? Mengapa?” tanya mawar keheranan.