Page 2 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901_tanpa tambahan-1-1-98
P. 2

kelahiranku    tidak  dibuatkan  akte,  bahkan  surat  keterangan  lahir  pun  tidak.
        Aku tidak mempunyai bukti tertulis tentang hari kelahiranku.

        Mereka yang senang dengan cerita wayang, memberi nama anak-anak dengan
        nama tokoh pewayangan seperti Arjuno, Gatot, Bimo, Sadewo, Srikandhi, atau
        Larasati. Ada juga yang memberi nama anak-anaknya seperti nama Arab bagi
        mereka yang pernah mengaji,  tetapi dengan dialek Jawa, misalnya Mukamad,
        Usman,  Umar,  Katijah,  Patimah,  Yusup,  Yahyo,  atau  Salamun.  Namun  juga
        biasa  mereka  memberi  nama  dikaitkan  dengan  doa  dan  harapan,  seperti

        Slamet, Raharjo, Rahayu, Lestari, Sugih, Widodo, atau Mulyono.

        Setiap  hari  Kemis  Pon,  hari  kelahiranku,  atau  disebut  weton,  yang  selalu
        berulang setiap 35 hari, oleh simbok diperingati dengan membuat sepiring nasi
        berkah,  diletakkan  di  tempat  biasanya  aku  tidur,  dengan  didoakan  agar  aku
        tumbuh  sehat,  selamat,  enteng  rezeki,  enteng  jodoh,  hidup  berbahagia,
        berbakti  kepada  orang  tua,  baik  kepada  saudara  dan  masyarakat,  dan  selalu
        dalam  lindungan  Allah  SWT,  seperti  juga  yang  dilakukan  kepada  kakak-
        kakakku.  Kebiasaan  itu  berlaku  sampai  kami  menikah.  Kami  tidak  mengenal
        acara ulang tahun, tetapi kami memperingati hari lahir, atau weton. Kami tidak
        memperingati hari ulang tahun, di samping bukan menjadi kebiasaan keluarga,
        juga karena tidak ada catatan yang pasti tentang tanggal kelahiran.

        Mbah  Mentodikromo  adalah  bekel  atau  lurah  Koripan.  Di  tengah  menjabat,
        beliau  wafat.    Selanjutnya,  Mbah  Surotaruno  ditunjuk  oleh  rembug  desa
        sebagai  lurah  pengganti,  menunggu  anak  laki-laki  pertama  siap  mengemban
        tugas sebagai lurah. Dulu jabatan lurah itu diwariskan, dengan syarat, pewaris
        mempunyai  “sifat  kandel”,  yaitu  selain  mempunyai  kemampuan  manajerial,
        harus mempunyai ilmu kanuragan, agar mampu menjalankan tugas administrasi
        dan  mengatasi  berbagai  ancaman  keselamatan  diri,  keluarga,  dan  warga
        desanya. Konon untuk tujuan itu bapak disekolahkan ke HIS bahkan hampir
        masuk MULO, belajar ke pesantren dan belajar ilmu kanuragan.
        “Ilmu kanuragan” adalah ilmu supranatural untuk tujuan bela diri, yaitu untuk
        bertahan dari maupun untuk melakukan serangan kepada lawan, baik secara
        fisik maupun nonfisik.
        Setelah dirasa cukup dewasa dan dipandang mampu mengemban tugas, jabatan
        lurah oleh mbah Surotaruno diserahkan kepada bapak, dan sekaligus diambil
        menjadi menantu.
   1   2   3   4   5   6   7