Page 5 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901_tanpa tambahan-1-1-98
P. 5

didatangkan  dari  luar  desa,  dari  Wonosari,  Jogja,  Kulonprogo,  Prambanan
        bahkan dari Semarang.
        Semua  penduduk  beragama  Islam,  walaupun  sebagian  besar  Islam  abangan.
        Kehidupan penduduk sangat damai dan bersahabat, mereka sangat akrab satu
        sama lain, semua saling mengenal. Mereka saling membantu apabila ada warga
        yang  mendapatkan  kesusahan,  kesulitan  atau  ada  kesibukan  yang  mendesak.
        Gotong royong merupakan adat  yang sudah mengakar, mereka menyebutnya
        “sambatan”  untuk  mengerjakan  pekerjaan  perorangan,  misalnya  mendirikan
        rumah,  atau  hajatan.  Disebut  “gugur  gunung”  apabila untuk  pekerjaan  sosial

        kemasyarakatan, misalnya pembuatan saluran irigasi atau perbaikan jalan desa.

        Untuk hiburan melepas lelah, masyarakat berinisiatif membuat kreasi mandiri
        dengan mendirikan   kelompok atau  klub olah raga seperti sepak bola, dan
        bulu tangkis yang dikoordinasi oleh para pemuda, atau mendirikan kelompok
        kesenian seperti klenengan dan terbangan atau sholawatan, yang dikoordinasi
        oleh para seniman desa atau oleh jemaah masjid. Bahkan para wanita dewasa
        juga  bisa  menghibur  diri  dengan  kothean,  yaitu  menabuh  lesung  secara
        berkelompok dan berirama.

        Sesekali ada pementasan wayang kulit, ketoprak atau ludrukan  yaitu apabila
        ada upacara bersih desa, peringatan hari kemerdekaan atau ada warga yang
        mengadakan  hajatan.  Bagi  anak-anak,  hiburan  mereka  berbentuk  permainan
        bola kaki, kasti, benthik, nekeran, adu gambar, memasang kitiran di punggung
        bukit Cabak atau main layangan bagi anak lelaki, dan bagi anak perempuan ada
        permainan gobag sodor, bekel, congklak, sodah mandah dan lainnya.
        Apabila  musim  kemarau  tiba  dan  bulan  sedang  purnama,  pada  senja  hari
        biasanya  anak-anak  berkumpul  di  pelataran  bermain  bersama  menyanyikan
        “lagu-lagu dolanan”, dan bermain petak umpet, yang disebut jethungan.

        Ada  beberapa  lagu  dolanan  yang  populer  waktu  itu,  yang  masih  aku  ingat,
        antara lain lagu “Ilir-ilir”, “Gundhul-gundhul pacul” dan “Sluku-sluku bathok”.
        Bahkan hingga kini lagu dolanan ini masih digemari anak-anak.
        Konon lagu-lagu itu sebenarnya adalah lagu dakwah, ciptaan Sunan Kalijogo.
        Lagu itu dibuat sederhana tetapi populer, disebarkan dan dinyanyikan sebagai
        lagu  dolanan  anak-anak  untuk  mempermudah  dan  mempercepat  syiar  Islam
        kepada masyarakat yang waktu itu masih sangat dipengaruhi oleh kepercayaan
        Hindu.
        Begini liriknya,
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10