Page 67 - BUKU AJAR BAHASA INDONESIA KELAS XII - FARRAH, RAHMAH, RYANA
P. 67

Tak percaya, surat di tangan ibuku benar diteken oleh Mandor Kawat Djuasin
                        yang puluhan tahun menindasnya. Berkali-kali Ayah menerawang tanda tangan itu,
                        benar basah tinta pena biru, dari tangan yang dipertuan mandor sendiri, adanya.

                               Tak  percaya,  lantaran  Ayah  merasa  dirinya  biasa  naik  pohon  nira  untuk
                        meniti/r air legen, biasa naik pohon medang untuk menyarap madu angin, biasa naik
                        pohon  kelapa  untuk  membantu  tugas  beruk,  tapi  naik  pangkat?  Naik  pangkat  tak
                        masuk dalam perbendaharaan kata.

                               Ayah yang tak punya selembar pun ijazah. Kata-kata itu asing dan ganjil di
                        telinganya. Bagi Ayah, naik pangkat adalah kata-kata ajaib milik orang Jakarta. Ayah
                        memalingkan senyumnya dari bingkai jendela padaku. Amboi! Inilah yang kutunggu-
                        tunggu dari tadi! Surat itu mengatakan bahwa beserta surat keputusan pengangkatan
                        yang akan diserahkan secara massal Sabtu esok, akan dilampirkan pula amplop rapel
                        gaji karena naik pangkat itu harusnya telah terjadi enam bulan silam. Aku tahu persis,
                        senyum Ayah untukku hanya bermakna satu hal: kue hok lo pan di atas loyang yang
                        berasap-asap! Karya agung orang Khek yang congkak itu: Lao Mi.

                               Senyum Ayah yang bernuansa amplop rapel enam bulan itu pun lalu terurai-
                        urai menjadi buku tulis indah bergaris tiga sampulnya gambar artis-artis cilik dari Ibu
                        Kota  Jakarta  pensil  warna-warni  seperti  sering  kulihat  dibawa  anak-anak  sekolah
                        Meskapai  Timah,  penggaris  segi  tiga,  jangka,  papan  halma,  dan  tas  sekolah  yang
                        seumur-umur tak pernah kupunya.

                               Ibu  pun  berdeham-deham  sambil  membetulkan  peniti  kebayanya.  Kira-kira
                        maksudnya: sudah tiga kali Lebaran kebaya encimnya itu-itu saja. Ayah membalas
                        semuanya dengan senyum nan menawan: beres, demikian arti senyum terakhir yang
                        mengesankan itu. Aku melonjak girang.

                               Ayah  melangkah  meninggalkan  dapur.  Aku  mengikuti  setiap  langkah
                        bangganya. Aku tahu persis, rapel buruh itu hanyalah segepok uang receh. Namun
                        ayahku, Ayah juara satu seluruh dunia, arsitek kasih sayang yang tak pernah bicara,
                        selalu mampu menggubah hal-hal sederhana menjadi begitu memesona.

                               (Sumber : Hirata, Andrea. 2008.. Maryamah Karpov. Yogyakarta: Bentang
                        Pustaka).



                                       Tugas Mandiri


                               Cobalah  analisis  unsur  kebahasaan  pada  bagian  mozaik  1  novel  berjudul
                        “Maryamah  Karpov”  karya  Andrea  Hirata  berikut.  Analisis  sesuai  dengan  ciri
                        kebahasaan novel pada umumnya. Lalu catatlah pada tabel berikut ini.



                           Ciri Kebahasaan                       Bukti Contoh Dialog/Narasi

                          .................................           .................................
                          .................................           .................................

                          .................................           .................................

                          .................................           .................................

                          .................................           .................................













                                                                63
   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72