Page 9 - BENGKEL LITERASI
P. 9
hatinya. Ia ingin menjadi guru yang lebih baik, yang mampu menginspirasi dan
memberdayakan murid-muridnya.
Dengan tekad yang bulat, Bu Reni memberanikan diri mendaftar. Ia
berusaha keras memenuhi semua persyaratan, meskipun sempat merasa
kesulitan dan hampir menyerah. Sayangnya, pada tahap awal seleksi, ia gagal.
Kecewa? Tentu saja. Namun, Bu Reni tidak patah semangat. Ia justru menjadikan
kegagalan itu sebagai motivasi untuk belajar dan memperbaiki diri.
Tahun berikutnya, Bu Reni kembali mendaftar Program Guru Penggerak.
Kali ini, dengan persiapan yang lebih matang dan tekad yang lebih kuat, ia
berhasil lolos seleksi. Rasa bahagia bercampur haru menyelimuti hatinya. Ia tak
menyangka, dirinya yang hanya seorang "guru biasa" bisa diterima di program
bergengsi ini.
Namun, tantangan baru pun muncul. Saat pertama kali mengikuti
pendidikan Guru Penggerak, Bu Reni merasa minder dan tidak percaya diri. Ia
bertemu dengan banyak guru hebat dari berbagai sekolah di kota Depok, dengan
segudang prestasi dan pengalaman. "Aku bisa apa di antara mereka?" tanyanya
dalam hati.
Rasa minder itu perlahan sirna seiring berjalannya pendidikan. Bu Reni
mulai menemukan kenyamanan dan semangat baru dalam belajar. Ia aktif
berdiskusi, berbagi pengalaman, dan berkolaborasi dengan sesama guru
penggerak. Ia juga mendapatkan banyak ilmu dan inspirasi dari para fasilitator
dan instruktur yang kompeten.
Melalui Program Guru Penggerak, Bu Reni menyadari bahwa menjadi
guru hebat bukanlah tentang popularitas atau jabatan, melainkan tentang
dampak positif yang bisa diberikan kepada murid-murid. Ia belajar tentang
pentingnya kepemimpinan pembelajaran, pembelajaran berdiferensiasi, dan
penilaian yang berpihak pada anak. Ia juga semakin memahami nilai dan peran
dirinya sebagai seorang guru, yaitu sebagai pendidik, pembimbing, motivator,
dan inspirator bagi generasi penerus bangsa.