Page 14 - MAJALAH DIGITAL Banjar Regency
P. 14
14 KEBIASAAN PARA PEZIARAH MESJID
AGUNG AL KAROMAH
Sejarah pembangunan masjid Agung Al Karomah Martapura dilatar belakangi
beberapa peristiwa besar dimasa lalu salah satunya yakni pembakaran Kampung
Pesayangan oleh Bangsa Belanda yang mengakibatkan cikal bakal Masjid Agung Al
Karomah yakni Masjid Jami Pesayangan ludes terbakar. Akibat peristiwa
pembakaran ini muncul keinginan masyarakat Banjar tersebut muncul keinginan
membangun ulang mesjid.
Akhirnya pada 27 April 1863 sepakat mendirikan masjid terbesar di Kota Martapura
dengan nama Masjid Agung Al Karomah Martapura yang dulunya pada masa
pendudukan Belanda bernama Masjid Jami Martapura sebagai salah satu pusat
dakwah. Masjid ini mampu menampung 15 ribu jamaah ini masih menyimpan
berbagai kenangan benda - benda bersejarah di dalamnya, seperti empat tiang
utama atau empat tiang guru dari kayu ulin yang diceritakan dibawa secara
langsung oleh Datu Lndak dari Barito Kalimantan Tengah ke Martapura, kini setelah
mengalami renovasi, Masjid Agung Al Karomah diyakini sebagai mesjid termegah di
Kalimantan Selatan. Kubahnya nan unik dengan warna - warni eksotik di
puncaknya ditambah arsitekturnya yang menawan kerap mengundang daya tarik
peziarah dan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat sekitar.
Syekh Muhammad Afif atau biasa dikenal dengan Datu Landak dipercaya untuk
mencari kayu ulin sebagai soko guru mesjid ke daerah Barito Kalimantan Tengah.
Setelah tiang ulin berada di lokasi bangunan masjid lalu disepakati bahwa tiang
ulin berada di 4 sisi pinggir mesjid. Pada 10 Rajab 1315 H atau 5 Desember 1897 M
dimulailah pembangunan mesjid Jami tersebut. Secara teknis bangunan masjid
tersebut terbuat dari kayu ulin dengan atap terbuat dari sirap, dan dinding dan
lantai terbuat dari papan kayu ulin, seiring berjalannya waktu selalu direnovasi
tetapi struktur utama mesjid tersebut tidak berubah. Pada 12 Rabiul Awal 1415 H
pada malam perayaan nabi besar Muhammad SAW. Masjid Jami Martapura berubah
nama menjadi Masjid Agung Al Karomah.