Page 4 - Buku 2 Menggali Faedah + Referensi
P. 4
ِ ِ
ِ
ِ
ُ ىدى ُ ىدلها ُ ُ رػيخو ِ ُ ُ للا ، ُ ُ باتك ُ ُ ثيدلْا ُ ُ رػيخ ُ ُ َّ فإف ُ ،دعػب ُ امَأ
َّ
َ
ُ َ
ََْ
َ ُ
َُ
َ
ُ َْ
ََْ َ
ٍ
ِ
ُ ةعدب
ُ ةَ ل َ لَض ُ ٍ ِ ُ ُ لكو ُ ،اهػتاَ ثدنُ ُ ُ رومُ ُ لأا ُ رشو َ ُ ،دمنُ
ُ
َّ
َُ
ُ َُْ
َ ْ
ََّ
ٌ َ
ُ
َ
َ
“Amma ba„du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah
Kitabullah (Al-Qur'an), dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad Shallallahu „alaihi wa sallam, dan
seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap
2
bid'ah adalah kesesatan.”
Petunjuk Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam adalah sunnah-
sunnah beliau yang diajarkan kepada para sahabatnya.
Kemudian, para sahabat mewariskan ilmu tersebut kepada
murid-murid mereka dari kalangan tabi’in, dan seterusnya ilmu
itu terus diwariskan dari generasi ke generasi, baik dalam
bentuk hafalan maupun pemahaman yang mendalam.
Menghafal adalah tangga awal yang harus dilalui oleh para
penuntut ilmu. Dari sinilah perjalanan thalabul ilmi itu dimulai.
Menghafal memiliki urgensi yang sangat tinggi dalam belajar.
Tidak akan mencapai ilmu orang yang tidak mau menghafal.
Karena hakikat ilmu adalah apa yang tersimpan di dada bukan
apa yang terkandung di perut-perut kitab (buku). Tentang
urgensi (pentingnya) menghafal, kami sebutkan beberapa
3
perkataan para ulama berikut:
1. Ibnul-Jauzy rahimahullah berkata:
َِّ ِ
ِ ِ ِ
ُ ُ ظفلْابُلصحُامُلَّإُمْ لعلاُسيَ ل
ْ
َ َ َ
َ
ْ
ُ
َ
“Ilmu yang sejati adalah yang diraih dengan menghafal-
nya.”
iv

