Page 38 - MODUL SUFA REVISI
P. 38
Perundingan berlarut-larut dan sempat terhenti sampai 1 Mei 1949
karena terjadinya perbedaan pendapat yang tajam. Pemerintah Belanda
menghendaki agar RI menghentikan gerakan gerilya oleh pejuangnya,
bersedia menghadiri KMB dan bersedia bekerjasama menciptakan
keamanan dan ketertiban, barulah pemerintahan dan pemimpin RI yang
ditahan Belanda dibebaskan. Karena perundinagn berjalan sangat lamban,
bahkan hampir mengalami jalan buntu, pada tanggal 24 April 1949 Drs.
Mohammad Hatta datang ke Jakarta. Pihak RI menempuh cara lain yakni
mengadakan perundingan informal dan langsung dengan pihak Belanda
disaksikan Merle Cochran. Pada tanggal 25 April 1949 diadakan
pertemuan informal pertama antara Drs. Moh. Hatta dengan ketua
delegasi Belanda Dr. Van Royen. Hasil pertemuan ini tidak diumumkan,
namun Wakil Presiden Moh. Hatta menyatakan bahwa pertemuan
informal itu untuk membantu memberikan penjelasan kepada delegasi
Belanda (Putra, 2020:20).
Anggota UNCI dari AS Merle Cohran mendesak Indonesia agar
dapat menerima usulan Belanda dengan kompensasi bantuan ekonomi
setelah pengakuan kedaulatan, tetapi sebaliknya mengancam untuk tidak
memberi bantuan apapun kepada Indonesia apabila pihak RI tidak bisa
melanjutkan perundingan. Selanjutnya masingmasing pihak
mengeluarkan pernyataan. Persetujuan ini sebenarnya hanya berupa
pernyataan dari kedua belah pihak yang masing-masing menyetujui
pernyataan pihak lainnya. Isi pernyataan ini ditanda tangani pada 7 Mei
1949 oleh ketua perwakilan kedua negara yaitu Mr. Moh. Roem dan Dr.
Van Roiyen, oleh karena itu terkenal dengan sebutan Roem Royen
Statemens. Turut serta pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan
maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan
lengkap kepada Negara Indonesia Serikat, yang tidak bersyarat. Presiden
Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta akan berusaha mendesak
E-MODUL PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS INKUIRI 31