Page 52 - FIX_MODUL SUFA FLIP BOOK
P. 52
Perundingan di Linggajati ini mencapai beberapa persetujuan, antara
lain Belanda mengakui RI secara de facto yang terdiri atas Jawa, Madura,
dan Sumatra. Selain itu akan dibentuk negara federal yang dinamakan
Republik Indonesia Serikat (di mana RI menjadi salah satu negara
bagiannya). Terakhir akan dibentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu
Belanda sebagai kepala uni.
Usai peristiwa di Linggajati, Belanda melanggar perjanjian tersebut
dengan melakukan Agresi Militer Belanda I secara serentak pada 21 Juli
1947 terhadap kota-kota besar wilayah RI di Jawa dan Sumatera. Tindakan
ini mendapatkan kecaman keras dari dunia internasional. Oleh karena itu,
PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang beranggotakan
Australia sebagai perwakilan Indonesia (Richard C. Kirby), Belgia sebagai
perwakilan Belanda (Paul Van Zeeland), dan Amerika Serikat sebagai
penengah (Prof. Dr. Frank Graham) untuk menyelesaikan permasalahan
ini.
Maka dari itu, dilakukanlah sebuah perundingan di atas kapal milik
Amerika Serikat yang bernama USS Renville pada 17 Januari 1948. Kala
itu, kapal USS Renville sedang bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok.
Delegasi Indonesia diketuai Perdana Menteri Amir Syarifudin dan
Belanda menempatkan seorang Indonesia bernama R. Abdulkadir
Wijoyoatmojo sebagai ketuanya. Hasil yang dituai dari perjanjian ini
adalah Belanda tetap berdaulat sampai terbentuknya RIS, RI sejajar
kedudukannya dengan Belanda, RI menjadi bagian dari RIS dan akan
diadakan pemilu untuk membentuk Konstituante RIS, serta tentara
Indonesia di daerah Belanda (daerah kantong) harus dipindahkan ke
wilayah RI.
Belanda kembali melanggar Perjanjian Renville dengan melancarkan
Agresi Militer Belanda II. Hal ini menyebabkan Indonesia terpaksa
mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi,
Sumatra Barat di bawah komando Syafruddin Prawiranegara. Setelah
E-MODUL PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS INKUIRI 45