Page 27 - KUMPULAN DONGENG FABEL
P. 27

2000003063 Muthia Fatikharani




                                   ANAK BURUNG?




                      Anak burung itu  menangis  seharian  setelah  mendengar  kabar

                 bahwa ibunya mati ditembak pemburu. Suasana di hutan seakan-akan
                 lebih mencekam dibanding hari-hari sebelumnya. Beberapa tetangga
                 yang mendengar tangisan anak burung menjadi sedih. Beberapa hari
                 yang  lalu,  mungkin  juga  keesokannya,  hutan  akan  menjadi  ladang

                 berburu yang membuat pemburu panen besar.
                      “Ibuku, di mana ibuku…” Tangis anak burung yang ditinggal mati
                 ibunya. Semakin keras, “Ibu…!”
                      Anak  burung  itu  membuat  tetangganya  gelisah.  Jarak  antara

                 tetangga-tetangga  dengan  sumber  suara  itu  memang  tidak  terlalu
                 jauh. Hanya beberapa pohon saja yang terdapat di situ. Pemandangan
                 yang sebelumnya indah, karena suara tangis anak burung, suasana
                 itu  jadi  makin  mencekam.  Tetangga-tetangga  mulai  mendatangi

                 rumah Si anak burung yang menangis. Mereka hanya saling menatap
                 satu sama lain. Tidak berusaha merayu untuk meredam suara tangis.
                 “Emmmmmm” salah satu tetangganya menatap tetangga lain.
                      Sorotan  wajah  tetangga-tetangga  yang  saling  menatap  muka

                 satu sama lain, saling mengisyaratkan untuk salah satu dari mereka
                 meredam tangis anak burung itu.
                      “Srek…, krak.”
                      Suara  langkah  kaki  yang  berusaha  menembus  semak  belukar

                 terdengar  oleh  burung-burung.  Salah  satu  dari  mereka  berbicara,
                 “Suara apa itu?”
                      Suara tangis anak burung semakin kencang. Suara yang terdengar
                 oleh  burung-burung  lain,  juga  semakin  terdengar  jelas.  Tetapi  kini

                 berbeda.  Suara  itu  seperti  benda  besar  yang  jatuh  ke  tanah,  dan
                 menimpa semak-semak belukar. “Prakkkk! Bruk!”
                      Terlihat  burung  penjaga  terbang  menuju  kerumunan  sumber
                 suara,  tempat  tangis  anak  burung.  Dari  kejauhan  burung  penjaga

                 bersorak-sorak, “Bencana! Bencana! Cepat pergi! Tinggalkan rumah




                                                         22
   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32