Page 13 - Ebook Teks Novel
P. 13

Alangkah sunyi, terasing, dan tanpa perlindungan tinggal di
            rumah besar tua peninggalan leluhur suaminya. Pelatarannya
            luas. Teras, ruang tamu dengan meja kursi tua, jam dinding
            besar  yang  senantiasa  berdetak  dan  berdendang.  Lukisan
            Nyai Laras dan seorang lelaki berserban putih berjubah putih
            di  atas  kuda  putih,  tak  bisa  menjadi  sahabat  dan
            melindunginya.
                 Empat kamar besar dengan ranjang tua, Hanya satu kamar
            yang ditempati Aya dan Aji. Tiga kamar lainnya kosong. Satu
            kamar untuk menyimpan pusaka, yang tak pernah di uma. Di
            ruang makan senantiasa memantulkan suara sendok beradu
            piring di dalam kesunyian. Aya masih mengenang cara makan
            suaminya yang rakus, lahap, dan selalu memuji masakannya.
            Suara sendawa sehabis makan, harum tembakau rokok yang
            disulut usai makan, memenuhi ruangan. Sedang apakah dia
            sekarang,  di  pulau  pembuangan  yang  terpisah  Segara
            Anakan? Tujuh belas tahun Sukro baru akan dibebaskan, atas
            tuduhan  merampok  dan  membunuh.  Merampok?  Ia
            mengambil uangnya sendiri!
                 Dapur tua itu memang masih tercium aroma sayur. Masih
            terdengar  riuh  goreng  ikan  di  wajan.  Masih  terdengar  cabe,
            bawang  dan  garam  dilumat  dalam  cobek.  Masih  tercium
            aroma  sayur  asam  kesukaan  suami.  Tetapi  kesibukan  itu
            terasa  hambar,  semua  masakan  dimakannya  sendiri,  dan
            sedikit untuk Aji.
                  Pelan-pelan  Aya  melangkah  ke  belakang  meninggalkan
            dapur,  menuju  bawah  pohon  mangga.  Tidak  ada  lagi  uang
            dan perhiasan yang tersimpan di bawah pohon mangga itu.
            Sukro  menyimpan  uang  dan  perhiasan  yang  dirampas  dari
            pengusaha  di  dalam  brankas  besi,  ditanam  setengah  meter,
            dan  tak  pernah  terlacak  polisi.  Aya  mengambil  uang  dan
            perhiasan itu untuk kebutuhan hidupnya selama setahun.
                 Tergoda keinginan kembali menyanyi ke kelab malam, Aya
            tak ingin melukai hati anak lelakinya. Selalu saja ia pandangi
            Aji,  yang  bermain-main  sendiri,  seperti  tak  memerlukan
            kehadiran  orang  lain.  Aya  kini  merasa  terusik  hasrat  untuk
            menitipkan  Aji  pada  tetangga  menjelang  malam  dan
            menjeputnya kembali pada dini hari sepulang dari menyanyi
            di kelab malam. Tetapi ia merasa tak tega melakukannya.
                  Aya mengajak Aji menyusuri jalan setapak ke bukit makam
            Nyai Laras. Aji dengan langkah-langkah kecil mendahului Aya
            mendaki ke bukit. Ia seperti sudah tahu jalan ke makam Nyai
            Laras. Sesekali ia terjatuh tidak mengaduh. Tidak mengeluh. Ia
            bangkit kembali melangkah ke puncak bukit.




                                   Menafsir dan Menyajikan Teks Novel    5
   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18