Page 58 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 58
50 Prosiding Seminar: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya
Pengalaman sukses itu menjadi promosi bagi negara berkembang untuk menerapkan
4
strategi pembangunan berbasis tanaman ekspor supaya tercipta perdagangan lintas negara.
Perspektif kritis Haroon Akram-Lodhi dan Cristo' bal Kay sebagaimana dikutip Borras
menyatakan, negara-negara dunia ketiga berlomba membangun tanaman ekspor khususnya
dibidang pertanian dan perkebunan. Namun, faktanya justru menyebabkan terjadinya
akumulasi kemiskinan di pedesaan. Di desa telah terjadi perubahan nyata dan bertransfor-
masi menjadi pusat-pusat tanaman pangan dunia dan bahan baku ekspor. Menurut Lodhi,
sejak itu pula desa telah “dibentuk” oleh “dunia korporasi” menuju pembangunan tanaman
ekspor. Data BPS 2016 mengkonfirmasi, pusat-pusat pembangunan perkebunan (sawit) dan
perkebunan kayu (Hutan Tanaman Industri/HTI) di pedesaan di Sumatera dan Kalimantan
5
menjadi kantong-kantong kemiskinan secara masif. Secara jeli Lodhi mengingatkan,
peningkatan secara dramatis pembangunan perkebunan skala luas harus diperiksa secara
cermat akan dampak ketimpangannya, yakni kemiskinan yang akut. Sebab globalisasi seba-
gai ciri khas neo-liberal atau liberalisme perdagangan tanaman dan kebutuhan pangan
memiliki dampak ketimpangan antara negara-negara maju dengan dunia ketiga atau negara
6
berkembang yang menjadi objek pusat-pusat konsentrasi tanaman ekspor.
Di Indonesia, pembangunan perkebunan skala luas didominasi oleh dua tanaman
7
utama (kebun sawit dan kebun kayu). Pada dua ranah itu juga, berbagai persoalan akut
mengiringinya: kemiskinan dan konflik. Sawit sebagai komoditi mendominasi pasar globar
dan secara terus menerus menjadi komoditi unggulan di Indonesia, sementara kayu,
sebagai penyuplai kebutuhan pasar dunia sebagai bahan baku kertas. Sejak tahun 1970an,
industri kertas (utamanya tanaman akasia/acacia mangium) tumbuh secara signifikan, dan
8
menjadi salah satu tanaman primadona negara-negara yang memiliki lahan cukup luas.
Pada kedua komoditi tersebut, Indonesia adalah surga dan primadona dalam membangun
tanaman ekspor karena memiliki lahan yang luas.
Konteks dari semua teks di atas adalah bahwa liberalisasi kebijakan negara untuk
pembangunan ekonomi perkebunan sebagai suplai pasar global telah menjadi salah satu
pintu masuk meningkatnya perampasan tanah secara signifikan. Tentu pengalaman ini
4 Saturnino M. Borras Jr, “Agrarian Change and Peasant Studies: Changes, Continuities and
Challenges–an Introduction”, The Journal of Peasant Studies, Vol. 36, No. 1, January 2009, hlm. 7.
5 https://www.bps.go.id/website/brs_ind/brsInd-20160104121812.pdf, lihat juga http://www.sapa.or.id/
lp/116-pjb/932-kantong-kantong-kemiskinan-di-pinggiran-hutan-dan-perkebunan-besar.
6 Ibid., hlm. 8. Lihat juga H. Akram-Lodhi and C. Kay. “Neoliberal Globalisation, the Traits of Rural
Accumulation and Rural Politics: The Agrarian Question in the Twentieth Century. In: H. Akram Lodhi
and C. Kay, eds. Peasants and Globalisation: Political Economy, Rural Transformation and the Agrarian
Question. London: Routledge, 2008, hlm. 315–38.
7 Saya sepakat dengan Walhi yang menyatakan bahwa hti bukan hutan melainkan kebun kayu,
lihat muhammad teguh surya (Walhi) “ekologi politik hutan tanaman industri, ‘kebun kayu
bukan hutan”, https://jumpredd.wordpress.com/2012/05/25/ekologi-politik-hutan-tanaman-industri-
kebun-kayu-bukan-hutan/.
8 http://industri.bisnis.com/read/20170613/257/662080/indonesia-kuasai-pasar-bahan-baku-kertas-
alquran-di-dunia