Page 123 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 123
termasuk didalamnya terlibat dalam perumusan kebijakan dan
implementasi reforma agraria. Meskipun, ia juga memahami
bahwa sampai saat ini masih terjadi juga kriminalisasi petani atau
aktivis. Selain itu, ia juga mengamini bahwa keterlibatan petani
dalam perumusan kebijakan dan implementasi reforma agraria
juga mempunyai keterbatasan.
Dengan terbukanya kesempatan politik inilah, pemerintahan
di bawah SBY beranggapan bahwa pelaksanaan reforma agraria
di Cipari sebagai bagian dari program land reform terbesar pasca-
Reformasi (Suara Merdeka, 01/11/2010). Sebelumnya, Presiden
SBY dalam pidatonya 31 Januari 2007 memaknai reforma agraria
sebagai upaya untuk menyejahterakan rakyat. SBY mengatakan
bahwa:
“Program Reforma Agraria … secara bertahap akan dilaksanakan mulai
tahun 2007 … dilakukan dengan mengalokasikan tanah bagi rakyat
termiskin … inilah yang 3 saya sebut sebagai prinsip Tanah untuk Keadilan
dan Kesejahteraan Rakyat … [yang] saya anggap mutlak untuk dilakukan”.
Senada dengan SBY, Joyo Winoto (Kepala BPN) dalam
kuliah umum “Reforma Agraria: Mandat Politik, Konstitusi, dan
Hukum dalam Rangka Mewujudkan Tanah untuk Keadilan dan
Kesejahteraan Rakyat” di Balai Senat UGM yang diselenggarakan
22 November 2007 mengungkapkan bahwa:
“... melalui program land reform dan akses reform (reforma agraria)
merupakan suatu mekanisme untuk memperbesar akses terhadap sumber
produksi (tanah dan modal), sumber ekonomi, pembebasan terhadap
pembodohan, pembebasan ekonomi, dan mendapat pembinaan”.
Kembali ke persoalan pengalaman individu dan situasi sosial
yang memengaruhi reaksi terhadap reforma agraria. Kondisi
senada dialami oleh para aktivis petani yang tergabung di Serikat
106 Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono